200 Merek Tenar Dunia Dibuat di Indonesia

Asosiasi Petekstilan Indonesia (API) berharap agar pemerintah bisa memberi perhatian khusus kepada pengusaha tekstil di Indonesia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 01 Okt 2015, 16:48 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2015, 16:48 WIB
Zara 3
(Foto: New York Post)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Petekstilan Indonesia (API) menyatakan, produk mewah dunia yang dibandrol dengan harga selangit ternyata dibuat di Indonesia.

Anggota Bagian Data dan Informasi API, Syaiful Bahri mengatakan, dari data yang diperoleh ada sekitar sampai 200 merek ternama diantaranya adalah Zara, yang diproduksi di Indonesia.

"Sekitar 150 sampai 200 merek dunia yang terkenal di dunia itu diproduksi di Indonesia. Yang pakai Zara, itu produk asli sini," kata Syaiful, di Kantor BKPM, Jakarta, Kamis (1/9/2015).

Syaiful menambahkan, masih ada kemungkinan merek ternama dunia memilih Indonesia sebagai basis produksi produknya. "Kemarin saya mendata, bisa di produksi di Indonesia," ungkap Syaiful.

Oleh karena itu, Syaiful berharap agar pemerintah bisa memberi perhatian khusus kepada pengusaha tekstil di Indonesia agar tetap bertahan dengan memberikan kemudah-kemudahan berusaha.

"Bagaimana pemerintah merawat industri ini, jangan teman-teman kita sudah tanam kepercayaan malah tidak berdaya," tuturnya.

Menurut Syaiful, sektor garmen memberikan banyak dampak positif pada sektor lain, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, saat ini produk garmen Indonesia telah mengekspor ke 200 negara.

"Sektor kami memberikan dorongan industri sektror lain sebagai supporting industri perbankan, restoran, packaging," pungkasnya.

PHK di Industri Tekstil

Industri tekstil saat ini memang sedang tertekan. Penyebabnya adalah perlambatan ekonomi yang berdampak pada turunnya daya beli masyarakat. Banyak perusahaan tekstil dan produk tekstil yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Tercatat Sekitar 36.000 karyawan dirumahkan karena kondisi ini.

"Iya biasa kalau kondisi begini pasar dalam negeri tak mampu mengangkat ya dirumahkan karyawannya," ujar Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat kala dihubungi Liputan6.com. 

Ade mengatakan, perusahaan harus berupaya ekstra keras di tengah kondisi seperti saat ini. Jika tak mampu bertahan, maka merumahakan karyawan terpaksa harus dilakukan agar bisnis terus berlanjut.

"Sudah dari November 2014 daya beli masyarakat ini turun. Yang kesulitan adalah yang oreintasi pasar dalam negeri. Kalau yang ekspor tidak," katanya.

Dia juga mengatakan, di kala perusahaan tengah berjibaku menghadapi situasi sulit saat ini, produk impor pun masih banjir dan menambah beban perusahaan.

Dia menyebut, puluhan ribu orang terpaksa dirumahkan, dan beberapa perusahaan juga menutup usahanya karena tak sanggup lagi memikul beban. Kondisi ini merata terjadi di sektor industri tekstil dan produk tekstil seluruh Indonesia.

"Kurang lebih 36.000. Dari total pekerja langsung kita 2,5 juta, jadi kira-kira 1,5 persen. Tapi itu pun mengkhawatirkan karena di Indonesia, industri itu seharusnya berkembang pesat," tutup Ade. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya