Pasokan Melimpah, Harga Minyak Turun ke US$ 44,6 per Barel

tone positif tersebut diimbangi oleh kekhawatiran dari kelebihan pasokan minyak mentah dunia yang mencederai pasar energi dalam setahun ini.

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 24 Okt 2015, 06:45 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2015, 06:45 WIB
20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia pada perdagangan Jumat ditutup turun setelah perusahaan minyak Baker Hughes menyatakan, jumlah sumur kilang untuk minyak dan gas alam di Amerika Serikat pada pekan ini tutun menjadi 594.

Acuan minyak mentah dunia Brent, mengalami beberapa kerugian setelah pernyataan tersebut. Harga minyak Brent mengalami penurunan 6 sen menjadi US$ 48 per barel. Sementara dalam sepekan, turun sekitar 5 persen.

Dikutip dari CNBC, Sabtu (24/10/2015), harga minyak untuk pengiriman Desember ditutup turun 1,7 persen menjadi US$ 44,6 per barel.

Sebelumnya, bank sentral China, the People's Bank of China memangkas suku bunga untuk keenam kalinya sejak 25 November 2014 ke 4,35 persen, dalam rangka memulihkan pertumbuhan ekonomi yang melambat.

Tapi tone positif tersebut diimbangi oleh kekhawatiran dari kelebihan pasokan minyak mentah dunia yang mencederai pasar energi dalam setahun ini.

"Suku bunga memberikan dukungan untuk ekspektasi permintaan, jadi jika minyak hilang sedikit lebih banyak, dan akan sedikit positif untuk sementara waktu," ujar Hans van Cleef, Ekonom energi Senior di ABN Amro Amsterdam dikutip dari CNBC, Sabtu (24/10/2015).

"Namun, jika data keluar, dan orang akan melihat jika kita dalam kondisi kelebihan pasokan, sentimen juga akan keluar," imbuhnya.

Persediaan minyak AS naik lebih dari yang dibayangkan, yakni sebanyak 8 juta barel ke angka 476,6 juta barel pekan lalu.

Sinyal dari Presiden Bank Sentral Eropa, Mario Draghi menyatakan, inisiasi Zona Eropa bisa diresmikan paling lambat Desember untuk menghidupkan ekonomi, dan menambahkan pemicu proyeksi permintaan.

Tapi penurunan nilai tukar Euro terhadap dolar juga berarti minyakk dan komoditas lainnya akan lebih mahal pada mata uang lain, dan berpotensi mengurangi permintaan. (Zul/Igw)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya