Buruh: Kami Bukan Ingin Melakukan Kudeta

Kenaikan upah minimum 2016 yang telah ditetapkan oleh sejumlah provinsi memang belum terasa dampaknya pada saat ini.

oleh Septian Deny diperbarui 18 Nov 2015, 17:25 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2015, 17:25 WIB
Tuntut Kenaikan Upah, Ribuan Buruh Turun ke Jalan
Aksi ribuan buruh dari berbagai elemen saat melakukan longmarch ke Istana Negara, Jakarta, (2/10/14). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Komite Aksi Upah dan Gerakan Buruh Indonesia (KAU-GBI) meminta aparat penegak hukum seperti kepolisian dan tentara nasional Indonesia (TNI) untuk tidak bertindak berlebihan dalam mengamankan jalannya mogok nasional buruh yang akan digelar pada 24-27 November 2015.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, aksi-aksi yang dilancarkan oleh buruh sebagai bentuk protes terhadap formula pengupahan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Kami minta tidak bertindak berlebihan, karena kami tidak akan melakukan kudeta. Kami hanya ingin melumpuhkan kegiatan ekonomi sebagai bentuk penolakan kami. Saat ini buruh bukan lagi terancam tetapi dimiskinkan secara terstruktur," ujarnya di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta, Rabu (18/11/2015).


Dia menjelaskan, kenaikan upah minimum 2016 yang telah ditetapkan oleh sejumlah provinsi memang belum terasa dampaknya pada saat ini. Namun jika ini tidak diprotes oleh buruh, maka kenaikan upah yang dianggap kecil ini juga akan memberikan dampak pada masyarakat, terutama pada daya beli.

"Ini memang tidak terasa langsung, tetapi kebijakan upah akan berdampak pada masyarakat nantinya. Contoh bagi mahasiswa, buat apa sekolah tinggi-tinggi tapi cuma jadi pekerja kontrak dengan gaji kecil. Ini karena sistem upah murah. Para lulusan ini terancam kesejahteraannya," kata dia.

Sekitar 5 juta buruh akan menggelar aksi mogok nasional selama empat hari pada mulai 24-27 November 2015. Aksi mogok ini rencananya akan digelar secara serentak di 22 provinsi.

Said mengungkapkan, 22 provinsi yang akan secara serentak menggelar aksi mogok nasional ini diantaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Jawa Timur, Aceh, Sumater Utara, Kepulauan Riau, Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, dan Papua.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang mengatakan, pihaknya menghargai tuntutan dari serikat buruh tersebut.

Menurutnya, siapa pun punya hak untuk menyampaikan informasi. Serikat pekerja pun mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasi. Namun dia menegaskan bahwa aksi mogok nasional merupakan tindakan yang tidak diatur dalam Undang-undang (UU).

"Kita menghargai hak-hak buruh, tapi harapannya ya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apa pun itu baik demo atau unjuk rasa, tapi sekali lagi tidak ada mogok nasional. Dalam ketentuan peraturan perundangan tidak ada mogok nasional," ujarnya.

Haiyani memahami aksi mogok ini merupakan respons buruh terhadap sesuatu yang sudah dirundingkan tetapi gagal. Namun menurut dia, aksi mogok ini bukan cara yang tepat untuk memperjuangkan keinginan dari para buruh.

"Kalau menyampaikan aspirasi di depan umum harus melihat aturan yang berlaku. Tidak anarkis dan tidak mengganggu kepentingan umum," kata dia.

Sementara itu, terkait langkah serikat buruh yang akan melakukan uji materi terhadap PP Pengupahan, Haiyani mempersilakannya hal ini untuk dilakukan. Dia menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan hak buruh dan menjadi cara yang lebih baik dibandingkan melakukan aksi mogok.

"Silahkan. Saya pikir lebih bagus seperti itu. Pakailah jalur yang memang sesuai," tandasnya. (Dny/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya