Enggan Laporkan SPT PPh, Begini Teguran Keras Ditjen Pajak

Lembaga ini merekam seluruh aktivitas transaksi Wajib Pajak baik dari barang maupun nilai sehingga dapat dikenakan pungutan pajak.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 29 Mar 2016, 09:28 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2016, 09:28 WIB
Tutorial pajak: Pelaporan SPT Untuk Karyawan
Semua warga yang telah memiliki NPWP hukumnya wajib

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP) Kemenkeu mengimbau kepada seluruh Wajib Pajak untuk segera melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi hingga 31 Maret 2016 dan Badan Usaha sampai dengan 30 April 2016. Lembaga ini merekam seluruh aktivitas transaksi Wajib Pajak baik dari barang maupun nilai sehingga dapat dikenakan pungutan pajak.

Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi DJP Iwan Djuniardi mengaku, masih banyak Wajib Pajak (WP) yang terlambat melaporkan SPT Tahunan melebihi tenggat waktu yang ditentukan. Banyak WP yang belum sadar untuk membayar kewajibannya.  

Dalam hal ini, DJP tetap memungut sanksi atau denda atas keterlambatan penyerahan SPT PPh, sebesar Rp 100 ribu untuk WP Orang Pribadi dan WP Badan mencapai Rp 1 juta.

"Itu denda benar-benar kita tagih. Kalau telat lapor atau bayar pajak, sistem kita bisa membacanya. Lalu kita bisa terbitkan surat tagihan pajak dan bisa dilakukan mulai dari soft sampai hard collection," tegas Iwan di Jakarta, Selasa (29/3/2016). 


Dia mengakui, gerak WP saat ini sangat dibatasi sistem canggih DJP. Apalagi Unit Eselon I Kemenkeu tersebut telah bekerjasama dengan perbankan, pengembang properti, dan instansi pemerintah lainnya untuk memperoleh informasi data perpajakan WP Orang Pribadi.

DJP seperti diketahui tengah gencar membidik WP Orang Pribadi untuk meningkatkan penerimaan pajak. Setoran pajak Orang Pribadi hanya Rp 9 triliun pada tahun lalu dari total realisasi penerimaan pajak Rp 1.061 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.

"Tahun ini adalah tahun penegakan hukum, jadi kita sangat serius dengan WP OP. Kita bisa kumpulkan data pembelian tanah, penggunaan kartu kredit, pembelian mobil. Semua transaksinya terekam dan bisa kita dapatkan datanya, termasuk kalau tidak lapor," jelasnya.

Iwan mencontohkan, apabila konsumsi WP OP melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) hingga senilai Rp 100 juta per bulan atau per tahun, WP tersebut wajib membayar pajak. "Kalau ketahuan tidak lapor atau ada kurang bayar, kita periksa dan kenakan sanksi," ucap Iwan.

Dikatakan Iwan, saat ini mudah bagi DJP untuk meminta data kepada pihak perbankan swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk kepentingan pajak. Rekening nasabah dapat diakses DJP dalam rangka pemeriksaan pajak, termasuk di perbankan luar negeri sekalipun.

"Kita sudah kerjasama dengan pihak luar negeri, di mana kita bisa meminta perbankan membuka data nasabah dalam negeri guna keperluan pemeriksaan pajak. Apalagi nanti 2017, negara lain wajib memberikan data baik diminta maupun tidak untuk kepentingan pajak," tandas dia. (Fik/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya