Mahalnya Bangun Kilang Minyak di RI

Indonesia membangun kilang minyak agar mandiri di sektor energi dalam 5-10 tahun ke depan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 10 Apr 2016, 15:00 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2016, 15:00 WIB
20160114-Melihat Pusat Minyak Mentah Pertamax di Indramayu
Tabung - tabung kilang VI Balongan di Indramayu, Jawa Barat, (14/1). RU VI Balongan merupakan tumpuan produksi BBM jenis Pertamax Series milik PT. Pertamina (Persero). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) terus berbenah diri memperbaiki struktur industri minyak dan gas (migas) yang menjadi bisnisnya.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini sedang membangun beberapa kilang minyak di Indonesia dengan nilai investasi ratusan triliun rupiah dalam kurun waktu 10 tahun.

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengungkapkan, membenahi perusahaan ini tidak cukup setahun. Pertamina harus melakukan transformasi melalui pemetaan dari sisi struktur industri, antara suplai dan permintaan.

Sebagai contoh, Dwi mengatakan, produksi bahan bakar minyak (BBM) oleh Pertamina belum mampu memenuhi kebutuhan atau konsumsi BBM karena keterbatasan kilang.

Saat ini, lanjutnya, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia mencapai 1,6 juta barel per hari, tapi kilang hanya mampu men-suplai 50 persennya saja.

"Kalau industri yang baik, maka jika demand 1,6 juta, maka kemampuan kilang harus di atas itu, dan kemampuan men-suplai raw materialnya harus di atas kilang," jelas Dwi saat acara Inspirato Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (10/4/2016).

Sementara dari sisi hulu atau produksi minyak bumi, Dwi mengaku, hanya sanggup mensuplai 24 persen-25 persen. Beruntung, Ia menuturkan, Pertamina sudah mengelola Blok Mahakam dan melirik pengelolaan lapangan gas abadi Blok Masela.

"Sebuah struktur industri yang kurang bagus, harus diperbaiki dengan peningkatan kemampuan kilang minyak, produksi di hulu, selain melakukan efisiensi," ujar dia.

Dwi mengatakan, Pertamina sedang membangun kilang minyak dengan investasi sangat mahal. Sebelumnya, ambisi perseroan membangun 4 kilang pengolahan minyak mentah dalam periode beberapa tahun ke depan.

"Kita akan bangun kilang karena sejak 25 tahun kita tidak membangunnya. Tujuannya supaya Indonesia bisa mandiri di sektor energi dalam 5-10 tahun mendatang," ujar Dwi.

Ia menyebutkan, investasi untuk membangun kilang mencapai US$ 40 miliar dalam 10 tahun. Sementara anggaran yang dibutuhkan untuk investasi di hulu setiap tahunnya ditaksir US$ 3 miliar.

"Kalau 10 tahun, investasi di hulu butuh US$ 30 miliar atau sekitar Rp 450 triliun. Cukup besar supaya bisa 5-10 tahun ke depan kita mandiri di sektor energi," tutur Dwi.  

Paling penting lagi, sambungnya, Pertamina akan terus melakukan efisiensi dari proses pengadaan minyak yang sekarang ini menggunakan Integrated Supply Chain (ISC) paska pembubaran Petral. Pada tahun lalu dengan penerapan ISC, perseroan mampu menghemat hingga US$ 608 juta.

"Transformasi setelah Petral bubar dengan ISC 3.0 pada pertengahan 2017, kita bisa efisiensi sampai US$ 651 juta hanya dari proses pengadaan minyak. Belum lagi dari efisiensi penekanan kehilangan minyak, pemanfaatan aset, dan lainnya," ujar Dwi.  (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya