Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Aziz angkat bicara atas tercantum nama perusahaannya ke daftar data milik perusahaan firma hukum Mossacak Fonseca di Panama (Panama Papers).
Harry mengatakan, perusahaan dengan nama Sheng Yue International Limited, tersebut didirikan atas permintaan anaknya ketika sekolah di luar negeri.
"Ya ini ceritanya begini ini, anak saya sekolah di luar negeri kawin dengan orang Chili dan dia minta saya bagaimana kalau kita buat perusahaan," kata Harry, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (12/4/2016).
Advertisement
Harry menuturkan, selama dirinya menjabat menjadi direktur tidak ada transaksi apapun yang dilakukan perusahaan yang didirikan 2010, hingga dia berhenti menjabat.
Baca Juga
"2010 iya sekolah ke luar negeri saya tidak lagi jabat direktur itu tidak ada lagi sama sekali," ujar Harry.
Harry mengatakan, dirinya tidak memiliki jabatan di perusahaan tersebut setelah diangkat menjadi ketua BPK pada 2014. Saat ini perusahaan itu tidak menjadi miliknya lagi.
"Saya terpilih ketua BPK Desember 2014. Perusahaannya sudah bukan milik saya lagi," kata Harry.
Harry menegaskan, dirinya tidak pernah menghindari pajak. Hal tersebut bisa dibuktikan Kementerian Keuangan, dan tidak semua data Panama Papers benar.
"Tidak semua Panama Papers 79 persen datanya sesuai. Sekarang tanya ke kemenkeu saya termasuk ke 79 atau 21. Saya tidak menghindari pajak kalau saya menghindari pajak tidak ada transaksi di perusahaan," tutur Harry.
Sebelumnya Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menuturkan Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan semua nama-nama orang Indonesia yang beredar di data Panama Papers belum terbukti bersalah.
Pihaknya terus mencocokkan nama di Panama Papers dengan data yang dimiliki Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk mengungkap kebenaran skandal pajak melalui modus pendirian perusahaan dengan tujuan tertentu SPV (Special Purpose Vehicle/SPV).
"Belum tentu semua orang Indonesia yang namanya atau SPV-nya ada di situ (Panama Papers) melakukan kesalahan," ujar Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro, saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Senin 11 April 2016.
Bambang menuturkan ada orang-orang Indonesia menggunakan perusahaan tersebut untuk menjalankan bisnis di luar negeri.
Mereka melaporkan aset maupun penghasilannya, serta membayar pajak di Indonesia meskipun SPV didirikan di negara surga pajak (tax haven).
Hal senada dikatakan pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, Ruston Tambunan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak harus menelusuri jejak seluruh data dan aset nama orang Indonesia yang menyeruak dalam bocoran Panama Papers. Unit Eselon I Kementerian Keuangan itu pun perlu mencocokkan datanya dengan data Panama.
"Tidak serta merta orang Indonesia mengemplang pajak. Jangan langsung mencap seperti itu walaupun mereka warga negara Indonesia (WNI). Itu baru nama-nama saja. Kalau pun cocok dengan data Ditjen Pajak, belum bisa memberikan indikasi apa-apa," ujar Ruston. (Pew/Ahm)