Liputan6.com, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran/FITRA mendeklarasikan penolakan Rancangan Undang-undang Pengampunan Pajak/RUU Tax Amnesty yang digadang pemerintah dan DPR RI.
Kebijakan pengampunan pajak dianggap menjadi fasilitas bagi para konglomerat pengemplang pajak, koruptor, dan pelaku tindak kejahatan ekonomi lain.
Manager Advokasi FITRA Apung Widadi mengungkapkan, pemerintah sangat ngotot memperjuangkan RUU Pengampunan Pajak tanpa ada dampak signifikan terhadap pendapatan negara. Justru sebaliknya, kebijakan ini diyakini hanya akan dimanfaatkan orang-orang tertentu.
"Kita menolak RUU Tax Amnesty, karena hanya menyakiti hati masyarakat. Harta-harta para koruptor atau dana hasil kejahatan yang disimpan di luar negeri bisa difasilitasi tax amnesty," ucap dia saat Konferensi Pers di kantor Seknas FITRA, Jakarta, Jumat (29/4/2016).
Baca Juga
Baca Juga
Paling menyakitkan lagi, kata Apung, Samadikun Hartono, buron kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) selama 13 tahun dapat memanfaatkan pengampunan pajak yang menawarkan penghapusan sanksi pidana pajak dan hanya membayar tarif tebusan murah apabila menarik pulang harta kekayaannya di luar negeri.
Fasilitas pengampunan pajak, sambungnya, juga bisa dinikmati para obligor atau pengutang yang ikut mencicipi bantuan likuiditas tersebut. Sehingga ini hanya menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat yang selama ini patuh membayar pajak.
"Ini jelas-jelas melukai hati rakyat karena kasus Samadikun Hartono bisa diselesaikan hanya dengan pengampunan pajak. RUU Tax Amnesty ini pro koruptor, cuma jadi karpet merah bagi konglomerat dan pelaku kejahatan ekonomi," terang Apung.
Dalam RUU tax amnesty tersebut, ia menuturkan, ada pasal yang menyebut seseorang atau badan usaha yang mengajukan pengampunan pajak, maka akan dilakukan proses pengampunan tanpa melihat asal usul harta.
"Tidak disaring, sehingga RUU ini berpotensi menarik banyak uang haram dalam APBN dan perekonomian Indonesia," ujar dia.
FITRA memandang, pengampunan pajak akan semakin memperlebar jarak kemiskinan dan kesejahteraan antara elit dan rakyat jelata karena hanya menguntungkan orang-orang kaya. Sementara rakyat jelata semakin miskin.
"Kita menolak RUU Tax Amnesty karena negara lemah terhadap pengemplang pajak. Negara hanya hadir buat pengemplang pajak, dan ini tidak sesuai dengan Nawa Cita Presiden Joko Widodo," kata Koordinator POKJA 30 Samarinda, Carolus B Tuah. (Fik/Ahm)
Advertisement