Tax Amnesty Berlaku, Pemerintah Harap Tarik Dana Besar Orang RI

Pemerintah menyiapkan instrumen keuangan untuk menampung dana dari hasil tax amnesty.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Apr 2016, 14:37 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2016, 14:37 WIB
20151006- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro-Jakarta
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/10/2015). Rapat tersebut membahas rencana kerja dan anggaran Kementrian Keuangan tahun 2016. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus berjuang agar Rancangan Undang-undang Tax Amnesty (RUU Pengampunan Pajak) disetujui menjadi UU. Termasuk mencari cara supaya orang-orang Indonesia betah menyimpan uang di Tanah Air setelah merepatriasi dananya lewat program Tax Amnesty.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pemerintah masih melakukan pembahasan RUU tax amnesty dengan DPR.

Sementara lembaga penegak hukum, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) diklaim sudah setuju dan mendukung RUU tax amnesty.

"KPK, Polri, dan PPATK sudah sepakat terkait tax amnesty. Nanti kita akan beri tahu kalau ada transfer uang jika ada orang Indonesia yang mau melakukan repatriasi dananya," ujar Bambang di kantornya, Jakarta, Rabu (27/4/2016).

Pemerintah, Ia menuturkan, tidak memandang sumber dana yang masuk ke penerimaan pajak apakah haram (dari tindak kejahatan korupsi, pencucian uang) ataupun halal. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak hanya memungut uang tebusan dari repatriasi dana.

 


"Pajak tidak melihat sumber dananya, haram, halal, setengah haram, setengah halal, semuanya wajib bayar pajak. Kita tidak hapus pidana umum, tapi hanya sanksi pajak, jadi kita tidak akan menghalangi upaya mereka (KPK, Polri, PPATK), tapi tidak boleh gunakan data dari tax amnesty. Jadi UU tax amnesty sangat spesialis," papar dia.

Bambang menjelaskan, pemerintah belum dapat memperkirakan jumlah uang atau dana yang masuk dari hasil repatriasi. Sekadar informasi, sejumlah pihak justru menyebut mencapai Rp 1.000 triliun, bahkan lebih dari total aset orang-orang Indonesia yang terparkir di luar negeri hingga Rp 11.400 triliun.  

"Kita tidak bisa mengira-ngira berapa komitmennya (repatriasi). Tapi Presiden mengajak agar merepatriasi dana atau uang sebesar-besarnya masuk ke Indonesia. Memang tidak bisa 100 persen, karena ada yang sudah jadi aset tetap, aset yang dijaminkan untuk pinjaman, dan lainnya. Yang bisa didapatkan atau masih fleksibel adalah uang tunai atau setara cash," jelas Bambang.
 
Ia mengakui, pemerintah telah menyiapkan instrumen untuk menampung banjir arus dana masuk ke Indonesia dari program tax amnesty. Meliputi, Surat Berharga Negara (SBN), deposito, surat berharga BUMN, Reksa Dana Penempatan Terbatas, dan lainnya termasuk di proyek sektor riil seperti infrastruktur.

"Kita ada holding period 3 tahun untuk menahan uang yang masuk tidak lari. Kalau bertahan atau tidak tergantung kita menjaga portofolio investasi dan sektor riil supaya betah di Indonesia. Kita perlu kerja keras, contohnya kepastian hukum, return menarik, penjaminan proyek, jadi uang tidak lari," tutur Bambang.

Dia menjamin begitu RUU disahkan menjadi UU, program pengampunan pajak akan langsung diimplementasikan. Sementara soal tarif tebusan pengampunan pajak, Bambang masih bungkam karena harus menunggu pembahasan lebih lanjut dengan DPR.

"Begitu diundangkan, tax amnesty mulai. Tax amnesty tidak perlu lama-lama, kita masih harus diskusi dulu dengan Presiden. Soal tarif ditentukan berdasarkan persetujuan politik antara pemerintah dan DPR," ujar Bambang. (Fik/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya