JK: Biaya Sambung Pipa Air Bersih Cuma 8% dari Proyek 35 Ribu MW

Tak hanya membangun pipa air bersih, Wapres juga mengingatkan pentingnya efisiensi penggunaan air bersih.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 03 Mei 2016, 18:00 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2016, 18:00 WIB
Wapres JK
Wapres Jusuf Kalla (Liputan6.com/ Ahmad Romadoni)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menilai pemenuhan penyambungan 10 juta pipa air bersih ke seluruh Indonesia tidak kalah penting dengan pemenuhan kebutuhan listrik nasional.

Bahkan, kebutuhan dana bagi penyambungan pipa air bersih ini jauh lebih kecil dibandingkan proyek pembangkit listrik 35 ribu Mega Watt (MW).

"Bila yang dibutuhkan hanya Rp 70 triliun, artinya hanya 8 persen daripada pembangunan listrik 35.000 MW. Padahal kebutuhan hampir sama. Jadi kalau Menteri PU dengan biaya Rp 70 triliun dapat meningkatkan air 2 kali lipat, kira-kira listrik membutuhkan 15 kali lipat biayanya untuk mendapat listrik dua kali lipat negeri ini. Itulah suatu suasana yang harus sama-sama kita jalankan agar ada sesuatu kebutuhan kita," ujar JK di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Selasa (3/5/2016).

Tak hanya membangun, mantan menteri era Megawati tersebut juga mengingatkan pentingnya efisiensi penggunaan air bersih. Tak bisa dipungkiri jumlah air baku saat ini semakin menipis. Indonesia dikatakan beruntung tidak masuk dalam kondisi krisis air seperti di India.

Walau bagaimana pun, krisis air ini perlu diantisipasi. Sehingga target pemasangan 10 juta air bersih dapat didukung dengan air baku air yang juga cukup.

JK mengatakan kebutuhan air bagi golongan menengah sebenarnya bisa dihitunng.

"Untuk kebutuhan mandi kurang lebih 33 persen. Kemudian 28 persen atau hampir 30 persen air itu habis untuk toilet. Begitu Anda pencet setiap hari, habis juga 2-3 liter. Kemudian baru mesin cuci menghabiskan 18 persen. Yang lainnya makanan sisa itu, sisanya, cuci tangan dan macam-macam. Tapi yang terbesar mandi, toilet dan mencuci. Itu kebutuhan air bersih yang dibutuhkan setiap rumah tangga," ungkap JK.

Jumlah kebutuhan ini, yang menurut JK harus dicermati pengeloa air bersih seperti PDAM di seluruh Indonesia. Pengembangan teknologi terbaru juga harus ditingkatkan agar efisiensi dan potensi kebocoran yang selama ini menghantui bisa teratasi. "Kita juga harus belajar menghemat. Jadi teknologi juga," pungkas dia.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya