DPR: Pemangkasan Anggaran dalam APBNP 2016 Harus Cermat

Sinyal kontraksi pertumbuhan merupakan hal yang sangat berbahaya sehingga sebisa mungkin harus dihindari oleh pemerintah.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 10 Jun 2016, 18:44 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2016, 18:44 WIB
20160606-Menkeu Gelar Raker Bahas APBN-P 2016
Menteri PPN Kepala Bappenas Sofyan Djalil saat mengikuti Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI, di Komples Parlemen, Jakarta, Senin (6/6). Raker tersebut membahas Asumsi Dasar APBN-P 2016, dan Target Pembangunan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Mengingatkan kepada pemerintah agar cermat dalam merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Menurutnya, implikasi merevisi APBN 2016 yang berisi pemangkasan anggaran tidak saja berimbas secara ekonomi tetapi juga psikologis.

Anggota Komisi II DPR Muhammad Misbakhun mengatakan, pemerintah memangkas anggaran beberapa kementerian dalam APBNP 2016. Meskipun pemangkasan anggaran memang bukan hal baru di era Presiden Jokowi, namun bisa memicu ketidakpercayaan.

"Pemotongan anggaran belanja negara sebenarnya memberikan sinyal buruk ke pasar dan investor. Terlepas dari apa pun alasannya, pasar dan investor akan memaknainya sebagai kontraksi pertumbuhan," ungkap Misbakhun di Jakarta, Jumat (10/6/2016).

Ia pun lantas merujuk pada APBN 2015 yang menjadi tahun pertama pemerintahan Jokowi. Kala itu, belanja negara dalam APBN 2015 dipatok pada angka Rp 2.039,5 triliun, sedangkan target penerimaan negara ditetapkan Rp 1.793,6 triliun.

Namun, lanjut politisi Partai Golkar ini, pemerintah mengajukan APBN Perubahan 2015 yang berisi penyusutan anggaran. Target pendapatan negara diturunkan menjadi Rp 1.761,6 triliun, sedangkan belanja negara dipangkas menjadi Rp 1.984,1 triliun.

"Saya ingat, kala itu faktor penyebab pemangkasan anggaran adalah perekonomian domestik dan global terus melesu. Dari sisi eksternal, ekonomi di Eropa dan Jepang masih terpuruk, pemulihan ekonomi Amerika Serikat pun belum solid. Sementara, ekonomi Tiongkok, meskipun mengarah ke kondisi yang lebih stabil, namun risiko pelemahan masih tinggi," papar dia.

Sedangkan di dalam negeri, lanjutnya, kejatuhan harga komoditas terutama batubara membuat banyak perusahaan tambang merugi, bahkan gulung tikar.

"Dampaknya, penerimaan negara terutama dari pajak jauh menyusut. Kejatuhan harga minyak juga membuat pendapatan negara dari minyak dan gas anjlok drastis," ucap Misbakhun.

Namun, dirinya menduga pengalaman 2015 akan terulang. Ia melihat tanda-tanda anggaran belanja dalam APBN-P 2016 juga bakal dipangkas. Karenanya, wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Timur II itu wanti-wanti ke pemerintah agar sebisa mungkin menghindari pemangkasan anggaran.

"Dalam teori ekonomi, sinyal kontraksi pertumbuhan merupakan hal yang sangat berbahaya sehingga sebisa mungkin harus dihindari oleh pemerintah," ujar Misbakhun.

Ia menambahkan, jika melihat sinyal kontraksi maka psikologis pasar dan investor akan terganggu. Imbasnya, mereka cenderung akan mengerem segala aktivitasnya.

"Jika pemerintahan Jokowi selalu merevisi anggaran belanjanya menjadi lebih rendah, maka lama-kelamaan kredibilitas Pak Jokowi akan jatuh. Pemerintahan Jokowi akan diragukan kompetensi dan kemampuannya dalam merancang serta mengeksekusi anggaran," kata dia.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya