Pengusaha Kapal Minta Pelindo II Atasi Kemacetan di Tanjung Priok

Saat ini ‎di pelabuhan Priok terdapat empat fasilitas terminal peti kemas ekspor impor.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 01 Agu 2016, 12:03 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2016, 12:03 WIB
Aktivitas Bongkar Muat di JICT Tanjung Priok
Sebuah Kapal container bersandar di pelabuhan JICT, Jakarta Utara, Rabu (25/3/2015).Pelindo II mencatat waktu tunggu pelayanan kapal dan barang sudah mendekati target pemerintah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha perkapalan yang tergabung dalam Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) ‎optimistis bahwa kemacetan kapal di dalam pelabuhan Tanjung Priok‎, Jakarta. INSA memandang ini disebabkan kepadatan arus peti kemas akan dapat diatasi oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II ‎selaku badan usaha milik negara (BUMN) yang pengelola pelabuhan tersebut.

Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan bahwa kepadatan arus peti kemas ini terjadi dikarenakan persaingan usaha dan hal ini biasa terjadi. Mungkin ada satu pengelola terminal peti kemas memberikan tarif dan layanan yang bagus sehingga pemilik peti kemas senang menggunakan jasa mereka.

"Untuk ini kami mengharapkan para pengelola peti kemas meningkatkan pelayanan, bukan hanya memberikan tarif yang lebih murah namun juga memberikan pelayanan yang cepat, tepat‎ dan memuaskan," kata Carmelita dalam keterangannya, Senin (1/8/2016).

Saat ini ‎di pelabuhan Priok terdapat empat fasilitas terminal peti kemas ekspor impor yang dikelola Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, Mustika Alam Lestari (MAL) dan Terminal 3 Tanjung Priok. Namun, terdapat perbedaan tarif penanganan petikemas di Terminal 3 Tanjung Priok dan tiga terminal lainnya yaitu JICT, TPK Koja dan MAL.

Adapun besaran tarif terminal handling charges (THC) di Terminal 3 sebesar US$ 95 dollar per kontainer. Dari jumlah itu, sebesar US$ 73 adalah biaya container handling charges (CHC) yang dibebankan oleh pengelola terminal dan sisanya atau US$ 22 merupakan surcharges pelayaran.

Sedangkan jika di JICT, TPK Koja dan MAL dengan THC US$ 95 per peti kemas ukuran 20 feet, pelayaran hanya menikmati surcharges US$ 12 per bok dan selebihnya atau US$ 83 merupakan CHC yang diperoleh pengelola terminal peti kemas.

"Dan dengan terjadi perbedaan tarif antara satu pengelola peti kemas kami melihat masih ada peluang agar THC untuk diturunkan. Hal ini agar bisa menekan biaya logistik sekaligus menarik minat pelanggan," katanya.

Seperti yang diketahui bahwa sejak Sabtu 30 Juli‎ pagi hingga Minggu 31 Juli kemarin, ratusan truk pengangkut peti kemas ekspor impor terlihat mengular sehingga menyebabkan kemacetan di dalam pelabuhan tersibuk di Indonesia itu yang berpotensi kongesti. Kondisi semakin diparah karena gate in dan gate out di Terminal 3 Priok hanya disiapkan masing-masing satu gate.

Carmelita juga meyakini bahwa kepadatan arus barang peti kemas di pelabuhan Priok‎ akan dapat perhatian dari‎ Kementerian Perhubungan (Kemenhub), selaku regulator yang bertanggungjawab di bidang transportasi, khususnya laut.

"Kami melihat di bawah kepemimpinan Pak Budi Karya Sumadi, Kementerian Perhubungan dapat membantu menyelesaikan masalah ini. Kami melihat beliau mau mendengarkan masukan dunia usaha dan berkomitmen memperbaik‎i kebijakan yang menyulitkan dunia usaha," katanya.

Bahkan untuk ini, kata Carmelita, INSA pada pekan lalu telah menyampaikan lebih dari 27 masukan di bidang regulasi pelayaran dan maritim ‎kepada Kementerian Perhubungan agar bisa menjadi pertimbangan dan dijadikan keputusan sehingga dalam mempermudah iklim usaha di tanah air. (Yas/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya