Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah dunia masih terombang ambing dalam ketidakpastian. Di pasar internasional, harga jualnya masih di US$ 40 per barel sehingga menimbulkan risiko tergerusnya pendapatan bagi negara yang mengandalkan ekspor minyak, termasuk untuk perusahaan minyak dan gas (migas).
Presiden Komisaris PT Pertamina (Persero), Tanri Abeng mengungkapkan, dalam menjalankan sebuah bisnis, pengusaha selalu berhadapan dengan ketidakpastian. Pertamina harus siap menghadapi ketidakpastian tersebut, termasuk persoalan harga minyak.
"Tapi berapapun harga minyak turun, Pertamina masih bisa kompetitif karena sekarang kita punya tingkat efisiensi yang meningkat. Profitabilitas kita di sektor hilir pun membaik," ucap dia di JCC, saat World Islamic Economic Forum (WIEF) ke-12, Jakarta, Kamis (4/8/2016).
Baca Juga
Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini menambahkan, organisasi negara-negara produsen minyak (OPEC) memprediksi harga minyak dunia naik ke level US$ 60 per barel di tahun depan. Jika tidak akan mengancam keberlangsungan bisnis perusahaan migas di seluruh dunia.
"OPEC proyeksikan harga minyak dunia tahun depan harus naik ke US$ 60 per barel. Kalau di bawah US$ 50 per barel, tidak menarik buat perusahaan migas melakukan eksplorasi baru, sehingga potensi cadangan akan berkurang," ujar dia.
Sementara perusahaan migas seperti Exxon, Saudi Aramco, bahkan Pertamina sekalipun harus tetap menjaga keberlangsungan produksi minyak. "Kalau tidak, kemunduran bisnis buat perusahaan migas, begitupula Pertamina," jelas Tanri Abeng. (Fik/Ahm)
Advertisement