Rencana Pelonggaran Ekspor Mineral Bikin Antam Sumringah

Sebagai BUMN yang merupakan kepanjangan tangan negara dalam pengelolaan sumber daya mineral, perseroan berkomitmen mendukung pemerintah.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 07 Sep 2016, 17:26 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2016, 17:26 WIB
Antam produksi feronikel perdana Electric Smelting Furnace-4 (ESF-4) yang merupakan bagian dari Proyek Perluasan Pabrik Feronikel Pomalaa (P3FP).
Antam produksi feronikel perdana Electric Smelting Furnace-4 (ESF-4) yang merupakan bagian dari Proyek Perluasan Pabrik Feronikel Pomalaa (P3FP).

Liputan6.com, Jakarta - PT Antam (Persero) Tbk menyambut positif dan siap mendukung rencana relaksasi ekspor mineral secara terbatas yang digagas pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
 
Direktur Utama Antam Tedy Badrujaman mengatakan sebagai BUMN yang merupakan kepanjangan tangan negara dalam pengelolaan sumber daya mineral, perseroan berkomitmen untuk mendukung kebijakan hilirisasi mineral pemerintah.

Hal ini dibuktikan dengan pendirian Pabrik FeNi I, II dan III di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, Pabrik Chemical Grade Alumina (CGA) di Tayan, Kalimantan Barat, dan pabrik pengolahan dan pemurnian logam mulia di Pulogadung, Jakarta.

"Meski demikian, Antam memiliki produksi bijih hasil tambang yang merupakan by product tambang yang belum ekonomis untuk mensuplai pabrik Antam ataupun pabrik dalam negeri lainnya. Padahal ini sangat bernilai di luar negeri sehingga bisa ada tambahan pemasukan bagi negara dan pendanaan bagi proyek pertumbuhan apabila dapat diekspor, dibandingkan hanya sebagai waste tanpa nilai ekonomis," papar Tedy dalam keterangannya, Rabu (7/9/2016).
 
Menurut dia, bijih mineral memiliki beberapa karakteristik yang tidak  seluruhnya dapat diolah di dalam negeri karena keragaman teknologi pengolahan masing-masing karakteristik mineral bijih dan tingkat keekonomian yang ditentukan besaran investasi dan biaya produksi.

Adapun pemanfaatan bijih mineral yang belum diolah tersebut dapat dilakukan melalui ekspor bijih mineral mengingat keterbatasan kapasitas pabrik pemrosesan di dalam negeri.
 
Dia mengatakan, bila Antam diberi kepercayaan untuk mengekspor kembali, maka perseroan akan mengalokasikan bijih nikel kadar tinggi untuk seluruh smelter dalam negeri dengan harga yang lebih murah dari harga pada saat ini. Sedangkan, untuk bijih nikel yang tidak dapat dikonsumsi di dalam negeri akan diekspor.

"Bijih sisa ini mempunyai kadar yang lebih bagus dari bijih nikel dari Filipina sehingga bila bijih nikel dari Indonesia masuk ke pasar ekspor maka akan mensubstitusi bijih nikel dari Filipina," ujar Tedy.
 
Dengan jumlah cadangan dan sumber daya nikel sejumlah 988,30 juta wmt yang terdiri dari 580,20 juta wmt bijih nikel kadar tinggi dan 408,10 juta wmt bijih nikel kadar rendah, Antam akan mampu untuk memasok kebutuhan smelter dalam negeri.

"Dengan demikian harga nikel akan tetap stabil dan minat investor akan tetap tinggi seperti saat ini," tegas dia.
 
Untuk memanfaatkan cadangan dan sumber daya nikel yang dimiliki, selain melakukan penjualan bijih domestik, saat ini perseroan melaksanakan pembangunan pabrik feronikel berkapasitas 13.500 ton nikel dalam feronikel (TNi) di Halmahera Timur, Maluku Utara yang direncanakan selesai pada 2018.

Untuk mengoptimalkan nilai tambah potensi bauksit yang dimiliki, saat ini perseroan bekerjasama dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) (INALUM) sedang melaksanakan pembangunan pabrik Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Tahap 1 berkapasitas 1 juta ton di Mempawah, Kalimantan Barat yang direncanakan selesai pada 2019. (Yas/Nrm)


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya