Pembangunan Pasar Ikan Muara Baru Jangan Korbankan Nelayan

Sewa lahan Rp 365 ribu meter persegi di Pelabuhan Muara Baru sangat tidak masuk akal.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 12 Okt 2016, 10:12 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2016, 10:12 WIB
20161010-Pengusaha Ikan Muara Baru Mogok Massal-Jakarta
Warga melewati di spanduk 'Kami Tutup Operasional' di pabrik pengolahan ikan Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, Senin (10/10). Mogok massal karena dibatasinya masa sewa di pelabuhan selama 5 tahun yang tadinya selama 20 tahun. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Aksi penertiban yang akan dilakukan Perum Perikanan Indonesia (Perindo) kepada para pengusaha perikanan di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara, menjadi sorotan Komisi IV DPR RI. Dampak penertiban tersebut sangat dirasakan para nelayan, buruh, anak buah kapal (ABK), dan tenaga kerja lain yang menggantungkan hidupnya di industri perikanan.

"Kami harus bertanya, kenapa menggusur para pengusaha kecil, menengah, dan besar yang sudah menggerakkan ekonomi Muara Baru," kata Daniel Johan, anggota Komisi IV DPR RI usai sidak di Pelabuhan Muara Baru dalam keterangannya, Rabu (12/10/2016).

Pemerintah dan Perum Perindo diminta untuk mengkaji ulang pembangunan pasar ikan modern 20 lantai. Itu karena wilayah yang akan dibangun pasar ikan tersebut merupakan lahan bisnis.

Untuk itu, Daniel tengah merencanakan untuk memanggil pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan dan manajemen Perindo demi mendapatkan penjelasan yang sebenarnya.‎

"Kami tidak akan menyetujui usulan dana Rp 250 miliar untuk pembangunan pasar modern tersebut sebelum jelas duduk persoalannya. Jangan sampai Perum Perindo yang kelola karena BUMN ini bukan fokus mencari keuntungan. Komisi IV juga tidak pernah berpikir BUMN harus untung, tapi mengorbankan banyak pihak seperti nelayan," papar dia.

‎Ketua Paguyuban Pengusaha Perikanan Muara Baru Tachmid Widiasto Pusoro‎ mengatakan, pihaknya bukan menolak untuk penataan. Namun, mereka hanya minta diberikan kepastian setelah ditata.

Mengenai mafia, Tachmid menegaskan, tuduhan tersebut tidak berdasar. Karena kalau mafia bisa mengatur dan mengendalikan usaha perikanan. Di Muara Baru, dijelaskan Tachmid ada pengusaha skala kecil, menengah, dan besar.

"Masing-masing mempunyai skala usaha yang berbeda, jadi wajar kalau pabrik besar punya lahan besar. Perindo hanya akal-akalan untuk mencari celah agar ambisi mereka tercapai dengan merugikan banyak pihak. Jadi bagaimana ada mafianya wong yang besar saja cuma dua hektare lahan yang disewanya," ujarnya.

Tachmid menegaskan, sewa lahan Rp 365 ribu meter persegi di Pelabuhan Muara Baru sangat tidak masuk akal. Di Muara Baru Rp 65 ribu per meter, nanti naik lagi Januari dan seterusnya sampai Rp 365 ribu. Kalau dihitung-hitung, ia menjelaskan, dalam lima tahun kenaikannya 450 persen. 

"Bagaimana kita bisa bersaing dengan negara lain kalau iklim berinvestasi di Indonesia seperti ini. Kami pengusaha sudah berusaha memberdayakan nelayan dan tenaga kerja di kawasan Muara Baru, tapi bila kami diusik, otomatis berimbas kepada rakyat kecil lagi," pungkas Tachmid. (Yas/Gdn)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya