DPR Setuju Pencairan Dana Talangan Lumpur Lapindo Rp 54 Miliar

Kasus dana talangan korban lumpur Lapindo dinilai cukup rumit.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Okt 2016, 16:43 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2016, 16:43 WIB
Kasus dana talangan korban lumpur Lapindo dinilai cukup rumit.
Kasus dana talangan korban lumpur Lapindo dinilai cukup rumit.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam Rapat Kerja Penyertaan Modal Negara (PMN), perdebatan terjadi antara Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati dan Komisi XI DPR menyangkut kekurangan bayar dana talangan korban lumpur Lapindo sebesar Rp 54,3 miliar di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Namun akhirnya Komisi XI menyetujui pencairan suntikan modal tambahan.

"‎Komisi XI menyetujui pencairan kekurangan dana talangan lumpur Lapindo Rp 54,3 miliar di APBN-P 2016," kata Ketua Komisi XI DPR Melchias Marcus Mekeng saat membacakan kesimpulan raker di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/10/2016).

Sebelum ketok palu, Anggota Komisi XI DPR, Achmad Hatari menyampaikan, pemerintah sudah menganggarkan Rp 54,3 miliar di APBN-P 2016 untuk tambahan dana talangan korban lumpur Lapindo. Kekurangan dari hasil verifikasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)  sebesar Rp 827,72 miliar dikurangi penyerapan dana Rp 773,38 miliar.

"Tapi masalah baru yang muncul adalah tuntutan warga bukan rumah tangga tapi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang belum ada penyelesaian. Kalau kita setujui pencairan ini, berapa lagi yang akan kita suntik untuk menalangi lumpur Lapindo di tahun-tahun mendatang, kasihan rakyat yang jadi korban," jelas dia dengan nada meninggi.

Dalam kesempatan yang sama, Sri Mulyani menjawab pendapat-pendapat yang muncul dari anggota Komisi XI dengan penjelasan secara rinci. ‎Dia menuturkan, kasus dana talangan korban lumpur Lapindo cukup rumit karena permasalahan ini sudah terjadi sejak dirinya pertama kali menjabat sebagai Menkeu.

"Lapindo ini memang rumit, tapi pesannya negara harus hadir‎ untuk membayarkan dana talangan dan PT Minarak Lapindo Brantas punya kewajiban membayar atau melunasinya. Jadi ini bukan uang yang hilang dari negara," ujar Sri Mulyani.

Ia menuturkan, dari usulan pembelian tanah Rp 781,66 miliar, ternyata verifikasi BPKP mencatat kebutuhannya lebih tinggi untuk pembayaran dana talangan, yakni sebesar Rp 827,72 miliar. Sementara penyerapan dananya di 2016 sebesar Rp 773,38 miliar.

"Jadi kekurangan Rp 54,33 miliar dan ini sudah diusulkan masuk APBN-P 2016. Setahu saya angka ini berasal dari audit BPKP, dan Rp 54 miliar ini merupakan implikasi," tegas dia.

Sesudah dilakukan validasi pembayaran, Sri Mulyani mengatakan, muncul masalah berkas penerima dana talangan dan bukan hanya rumah tangga menjadi korban lumpur Lapindo tapi juga UMKM, sehingga ‎muncul kekisruhan.

Namun ia menuturkan pencairan dana talangan lumpur Lapindo sesuai verifikasi BPKP tidak ada masalah. Untuk eksekusi atau pencairan dikembalikan ke Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), PT Minarak, dan warga untuk berunding.

"Tapi kalau berkas susah sah sesuai aturan dan administrasi yang berlaku, maka dana bisa dicairkan BPLS. Itu tidak ada masalah lagi. Tapi yang dipastikan kita tidak mencantumkan anggaran dana talangan Lapindo di 2017," ucap Sri Mulyani.

Sementara itu, BPLS  mengklaim pencairan dana talangan lumpur Lapindo sebesar Rp 773 triliun terbilang sukses tanpa ada masalah hukum dan penyelewengan. Anggaran Rp 54,3 miliar ini sudah ada di UU APBN-P 2016.

"Jadi sebenarnya anggaran Rp 54,3 miliar ringan, kecil. Sesuatu yang tidak perlu diributkan," katanya.

Pernyataan BPLS tersebut menyulut emosi Anggota Komisi XI dari Fraksi Nasdem, Johny G Plate. "Ini sesuatu yang kami ributkan pak. Kita talangin terus lumpur Lapindo, rakyat yang jadi korban menderita," ujar Johny.

"Kalau dibilang Rp 54 miliar kecil, uang ini bisa buat bangun sekolah yang rusak. Jadi jangan bilang kecil," tambah Anggota Komisi XI yang lain. (Fik/Ahm)

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya