Ini Bukti Keberhasilan Jokowi Bangun Pusat Logistik Berikat di RI

Pusat logistik berikat adalah gudang logistik multifungsi untuk menimbun barang impor dan lokal dengan kemudahan fasilitas perpajakan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 19 Okt 2016, 12:19 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2016, 12:19 WIB
Pusat logistik berikat adalah gudang logistik multifungsi untuk menimbun barang impor dan lokal dengan kemudahan fasilitas perpajakan.
Pusat logistik berikat adalah gudang logistik multifungsi untuk menimbun barang impor dan lokal dengan kemudahan fasilitas perpajakan.

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Logistik Berikat (PLB) merupakan salah satu isi dari paket kebijakan ekonomi jilid II yang disebut-sebut sudah menuai keberhasilan.

Tercatat sudah ada empat penyalur dunia yang sudah memindahkan barang dari luar negeri ke PLB di Indonesia, sehingga memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara.

PLB adalah gudang logistik multifungsi untuk menimbun barang impor atau lokal ‎dengan kemudahan fasilitas perpajakan berupa penundaan pembayaran bea masuk dan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) serta menawarkan fleksibilitas operasional lainnya.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi, mengungkapkan performa logistik yang masih kurang kompetitif serta kurangnya akses pasar bagi pelaku usaha kecil dan menengah, sehingga mengharuskan Indonesia membuat sistem logistik nasional, yakni PLB dengan berbagai fasilitas fiskal maupun prosedural.

"PLB dibentuk ‎untuk mengefisienkan biaya logistik nasional, mendekatkan bahan baku barang dari luar negeri ke dalam negeri, meningkatkan investasi, dan menjadikan Indonesia sebagai hub utama di tingkat nasional maupun regional, yaitu Asia Pasifik," ujar dia saat membuka JILSE 2016 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (19/10/2016).

Presiden Joko Widodo (Jokowi), ujar Heru, telah meresmikan 11 PLB di seluruh Indonesia, meliputi Jakarta, Banten, Jawa Barat, Bali, dan Balikpapan. Selama enam bulan berjalan, ia menuturkan PLB telah berdampak positif terhadap perekonomian nasional, khususnya di industri logistik dalam negeri.

Capaian pertama, katanya, PLB telah membuat biaya logistik lebih efisien. Biaya penimbunan lebih hemat 25 persen. Kedua, efisiensi logistik. Heru mengatakan, dwelling time untuk barang-barang di PLB memakan waktu 1,2 hari dan diharapkan bisa turun kurang dari sehari asalkan barang tujuan PLB harus clearance di hari yang sama.

"‎Potensi penghematan barang keperluan migas atau cost recovery mencapai Rp 300 miliar. Penghematan itu bisa kita dapat dari penimbunan barang migas, khususnya rig," jelas Heru.

Keempat, PLB telah memberikan pasokan bahan baku ke industri dalam negeri secara lebih cepat. Heru mengakui ada 76 ribu kiloliter (Kl) bahan kimia yang sudah dipindahkan ke salah satu PLB di Merak. Bahan baku untuk industri ini waktu clear-nya hanya 15 menit dan DJBC bisa memberikan layanan 7x24 jam.

‎"Selain bahan kimia cair, telah ada empat suplier besar yang siap memindahkan barang dari luar negeri ke PLB, seperti Idemitsu, Fonterra, Cargill, dan Atlas. PLB juga sudah siap diperluas gudangnya dan area penyimpanan," kata dia.

Capaian kelima, tutur Heru, dengan PLB terjadi peningkatan penerimaan perpajakan. Perusahaan yang menimbun barang di luar negeri, lalu pindah ke PLB Indonesia akan memberikan kontribusi keuntungan atau pendapatan dari pajak penghasilan badan sebesar Rp 11 miliar.

"Dengan dukungan Menteri Perdagangan yang memperbolehkan pemeriksaan surveyor di PLB, kita melihat potensi luar biasa besar. Ada 95 ribu kontainer atau TEUS yang wajib lapor surveyor yang merupakan tenaga kerja Indonesia, sehingga memberikan pemasukan. Karena di luar negeri biaya surveyor Rp 7,5 juta per hari per orang, jadi kalau ini bisa gunakan surveyor lokal, hitung-hitungannya sangat jelas," ujar Heru. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya