Ekonomi RI Diprediksi Tumbuh 5,2 Persen di 2017

Sumber pertumbuhan paling utama masih akan berasal dari konsumsi rumah tangga sebagai dampak positif dari paket kebijakan ekonomi.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 16 Nov 2016, 13:43 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2016, 13:43 WIB

Liputan6.com, Jakarta PT Bank UOB Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 5,2 persen di 2017. Sumber pertumbuhan paling utama masih akan berasal dari konsumsi rumah tangga sebagai dampak positif dari paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah.

Presiden Direktur UOB Indonesia Kevin Lam mengaku optimistis pemerintah dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi lewat rangkaian paket kebijakan ekonomi jilid I sampai IV yang bertujuan meningkatkan investasi di Indonesia.

"Kami optimistis, ekonomi Indonesia tumbuh stabil di kisaran 5,2 persen di 2017. Sementara di akhir tahun ini, perkiraannya tumbuh 5 persen," ujarnya saat UOB Indonesia Outlook Economic 2017 di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta, Rabu (16/11/2016).

Pemerintah, kata Lam, ‎telah menerbitkan paket kebijakan ekonomi I sampai IV yang berisikan pemangkasan birokrasi, insentif fiskal, pembangunan infrastruktur, mempersingkat prosedur investasi asing, serta menerapkan kebijakan reformasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) akan mendorong optimisme pertumbuhan ekonomi nasional.

"Pemerintah telah bekerja keras, membangun proyek infrastruktur dan paket kebijakan ekonomi dapat membantu pemerataan ekonomi dan pertumbuhan pendapatan secara nasional. Menciptakan lapangan kerja, sehingga dapat memperkuat konsumsi rumah tangga," dia menjelaskan.

Menurutnya, ‎pemerintah tetap harus waspada dengan ancaman ekonomi dunia, salah satunya menyangkut perdagangan yang sudah tanpa batas. Sebab, Lam mengaku, akan berpengaruh pada hubungan dagang Indonesia.

"Indonesia harus mengantisipasinya, terlebih dengan hasil pemilihan Presiden AS Donald Trump karena dunia sedang menunggu kebijakan apa yang akan dijalankan Trump," ujar Lam.

Dalam kesempatan yang sama, Ekonom Senior UOB Group Suan Teck Kin menuturkan, gejolak di pasar keuangan, baik global maupun di Indonesia masih terjadi dalam jangka pendek karena pasar sedang mengantisipasi kebijakan fiskal Donald Trump.

"Dalam jangka panjang, kami percaya Trump akan meneruskan tradisi pendekatan pragmatis AS dalam menjalin kerjasama di bidang perdagangan dan investasi dengan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia," terangnya.

Hal ini, lanjut Kin, lantaran Asia Tenggara mencatatkan perkembangan ekonomi pesat, pertumbuhan demokrasi, dan menjadikannya sebagai kawasan yang menarik dibanding kawasan lain yang sedang mengalami pelemahan ekonomi.

AS merupakan mitra dagang terbesar ke-5 bagi Indonesia, setelah Jepang, Singapura, dan Uni Eropa. Di 2015, nilai ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam mencapai US$ 16,2 miliar, sementara impor dari AS mencapai US$ 7,6 miliar.

Pengamat Ekonomi dari Indonesia Chatib Basri meramalkan pertumbuhan ekonomi nasional pada rentang 5,1 persen-5,2 persen tahun depan.

"Privat konsumsi akan tumbuh flat, ekspor agak sulit, stimulus fiskal tidak banyak karena target fiskal diturunin atau realistis. Jadi pertumbuhan ekonomi tidak akan beda banyak dengan tahun ini, karena tahun ini kan konsolidasi fiskal," jelas Chatib.

"Untungnya bujet (anggaran) dipotong tahun ini. Kalau dengan defisit yang besar tanpa pemangkasan anggaran, maka saat terjadi efek Trump ini, outflow akan besar-besaran terjadi," ucap Mantan Menteri Keuangan itu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya