Krisis Uang Tunai Picu Transaksi Non Tunai Melonjak di India

Perusaaan teknologi keuangan di India mendapatkan manfaat dari langkah pemerintah India menarik uang kertas 500 rupee dan 1.00 rupee.

oleh Agustina Melani diperbarui 28 Nov 2016, 14:10 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2016, 14:10 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Perdana Menteri India Narendra Modi mengambil langkah secara tiba-tiba menarik  uang kertas 500 rupee dan 1.000 rupee. Hal itu membuat Vishal Gupta, salah seorang pedagang sayur menutup warungnya pada 8 November 2016. Penarikan uang kertas itu sebagai tindakan keras terhadap korupsi.

Dalam hitungan menit, masyarakat keluar dari jalan, pergi ke ATM untuk menarik uang dalam denominasi lebih rendah, atau bergegas ke toko untuk membeli barang. Penarikan uang kertas pecahan 500 rupee dan 1000 rupee berdampak ke ekonomi India lantaran penggunaan dua uang pecahan itu transaksinya mencapai 86 persen di India.

"Saya jual semua sayuran dalam 20 menit. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya," ujar Gupta, seperti  dikutip dari laman BBC, seperti ditulis Senin (28/11/2016).

Akan tetapi, usai penarikan uang, ia tidak mendapatkan apa-apa lagi. Sedikit sekali pelanggan yang membeli sayur karena tidak dapat membayar Gupta. Situasi tersebut pun berlanjut hingga lima hari tanpa pembeli yang membeli sayurnya. Gupta pun kehilangan pendapatan 10 ribu rupee.

Lantaran pusing untuk mencari sejumlah uang Gupta pun akhirnya menggunakan mobile wallet Paytm. Dia menggunakan uang elektronik tersebut dari temannya. Aplikasi mobile wallets dapat digunakan untuk transfer dan simpan uang elektronik di ponsel pintar mereka.

"Situasi saat ini lebih baik. Saya mendapatkan empat hingga lima pelanggan per hari yang menggunakan mobile wallets untuk membayar sayuran saya," kata dia.

Seperti Gupta, banyak pemilik usaha kecil menggunakan transaksi mobile dan kartu untuk bertahan. Salah satu manfaat terbesar dari keputusan pemerintah menarik dua pecahan uang tersebut dirasakan perusahaan teknologi keuangan atau financial technology. Ada lonjakan pelanggan baru yang didapat financial technology.

Paytm, perusahaan pembayaran mobile terbesar di India menyatakan ada peningkatan mencapai 700 persen untuk transaksi keuangan. Selain itu, ada kenaikan 300 persen untuk mengunduh aplikasi dengan transaksi harian mencapai lima juta.

Saat ini ada sekitar 85 ribu merchant dalam platform perusahaan. Dengan keputusan pemerintah itu juga mendorong target perseroan yang ambisius yaitu lima juta pada Maret 2017. Adapun perseroan juga didukung oleh perusahaan e-commerce raksasa China Alibaba.

"Kami telah melihat pertumbuhan luar biasa sejak pengumuman pemerintah soal mata uang. Kami membuka kantor di kota kecil dan kota untuk memperluas kehadirna kami," ujar Kiran Vasireddy, Senior Vice President Patym.

Selain itu, pelaku usaha mobile wallets lainnya yaitu Mobikwik dan Freecharge juga melaporkan lonjakan besar untuk pelanggan baru. Namun, bukan hanya perusahaan pembayaran yang mencoba menarik konsumen.

Bank Juga Dorong Penggunaan Transaksi Non Tunai

Bank-bank di India juga mendorong masyarakat untuk gunakan transaksi non tunai dengan menggunakan online banking dan layanan aplikasi mobil. Adapun perusahaan teknologi keuangan melihat penarikan rupee 500 dan 1.000 menjadi sebuah revolusi pembayaran digital dalam negeri.

Paytm pun mengeluarkan iklan satu halaman penuh di koran dengan mengucapkan selamat kepada perdana menteri India yang telah ambil langkah berani dalam sejarah keuangan India.

Kemudian apa yang memicu optimisme tersebut? India merupakan pasar kedua terbesar untuk penggunaan ponsel pintar setelah China. Ini juga seiring peningkatan pesat penggunaan internet. Saat ini India memiliki 450 juta pengguna internet. Diharapkan jumlah pengguna internet mencapai 700 juta pada 2020.

Lonjakan tajam untuk pembayaran mobile dan online, namun basis pengguna secara keseluruhan masih sangat kecil dengan populasi negara mencapai 1,25 miliar penduduk. India masih memiliki jalan panjang untuk mencapai cashless economy.

Kebanyakan masyarakat masih menggunakan uang tunai. Selain itu membutuhkan waktu dan usaha untuk mengubah pola pikir menggunakan transaksi non tunai.

Kemudian lebih dari setengah populasi masyarakat India yang tinggal di pedesaan dengan kondisi cakupan ponsel pintar masih belum memadai ini menjadi tugas berat.

Meski India telah sukses membuka rekening bank sebanyak jutaan dalam dua tahun sehingga masyarakat memperoleh akses keuangan, namun sebagian besar penduduk masih belum memiliki akses ke layanan perbankan.

India memiliki lebih dari 24 juta kartu kredit dan 650 juta kartu debit. Jumlah kartu debit naik signifikan tetapi penggunaannya hanya untuk menarik uang dari ATM ketimbang menggunakan untuk transaksi pembayaran.

"Perlu lebih banyak bisnis kecil untuk membeli peralatan yang dapat menerima kartu debit dan kredit. Kebanyakan dari mereka ingin dana tunai," ujar Vivek Belgavi, perencana keuangan PricewaterhouseCoopers India.

Dengan model bisnis di kota secara bertahap menggunakan model transaksi non tunai untuk pembayaran, sisi lain para pelaku bisnis di kota kecil dan desa masih enggan untuk melakukan itu. Mereka masih belum mengerti keuntungan dari transaksi digital. Ada juga persepsi di masyarakat India kalau penggunaan transaksi mobile dan internet tidak aman.

Banyak ahli mengatakankalau kunci utama menormalkan situasi uang tunai untuk mempertahankan pelanggan dengan beralih ke pembayaran non tunai dalam beberapa hari terakhir. Akan tetapi, hal itu bukan langkah mudah karena masyarakat India masih menganggap cash is king.

Masyarakat India dapat menukar pecahan uang lamanya di bank hingga 30 Desember. Pemerintah India juga sedang siapkan pecahan uang baru 500 dan 2.000 rupee. Pecahan 1.000 rupee juga akan diterbitkan, namun hingga kini belum tahu kapan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya