Pasar Kecewa Pidato Donald Trump, Dolar AS Babak Belur

Bank Indonesia (BI) harus tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di level tertentu.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 23 Jan 2017, 15:55 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2017, 15:55 WIB
Rupiah
Bank Indonesia (BI) harus tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di level tertentu.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan ke level 13.372 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan ‎siang ini (23/1/2017). Kurs mata uang Garuda ini terapresiasi dibandingkan penutupan perdagangan pada Jumat pekan lalu yang bertengger di level 13.382 per dolar AS.

Ekonom Senior Standard Chartered Bank untuk Indonesia, Aldian Taloputra mengungkapkan, pelaku pasar memperkirakan pidato Presiden AS, Donald Trump pada pelantikan pekan lalu kurang detail. Sehingga pasar bereaksi berbeda.

"Itulah pasar, mungkin mereka menilai (pidato) kurang detail, seperti pidato Trump yang pertama kurang detail kebijakannya. Kan tadinya dolar AS menguat, tapi melemah lagi," ujar dia usai Global Research Briefing 2017 di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin ini.

Pelaku pasar, kata Aldian, mencermati dan menunggu kebijakan ekonomi di AS apakah akan mendorong laju inflasi atau tidak.

"Mungkin butuh waktu Trump merealisasikan kebijakan yang ekspansif atau ekstrem. Tapi disampaikan volatilitas akan tinggi karena dia bisa saja bilang apa saja. Saya rasa orang akan adjust," papar dia.

Aldian memperkirakan tren penguatan dolar AS akan menguat di 2017. "Rupiah diproyeksikan berada pada rentang 13.500-14.000 per dolar AS sepanjang tahun ini," terangnya.

Dirinya menngimbau, Bank Indonesia (BI) harus tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di level tertentu. Contohnya melakukan kesepakatan bilateral currency swap agreement. Dari pemerintah, sambung dia, menjaga stabilisasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi, menjaga inflasi dari gejolak bahan pangan, memperbaiki distribusi, impor bahan pangan.

"‎Pada dasarnya fundamental ekonomi kita cukup kuat, inflasi rendah, defisit transaksi berjalan terjaga, outlook pertumbuhan ekonomi, bunga obligasi lebih tinggi," jelas Aldian. (Fik/Gdn)

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya