Liputan6.com, Jakarta Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) meminta pemerintah dan kepolisian menindak tegas oknum pengepul cabai yang melakukan praktik kecurangan, sehingga berdampak terhadap mahalnya harga cabai. Hal ini menyusul penetapan dua pengepul sebagai tersangka dalam kasus distribusi cabai ke pasar induk.
Ketua IKAPPI Abdullah Mansuri mengaku telah lama mencium permainan distribusi cabai yang berujung pada minimnya pasokan komoditas tersebut ke pasar-pasar tradisional. Namun, ia menilah hal ini menjadi ranah dari pihak kepolisian.
"Kami sudah endus ada pola permainan. Tapi ini kan wilayah kepolisian dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha)," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (6/3/2017).
Menurut dia, selain dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, masih ada kemungkinan pihak lain yang terlibat dalam kasus ini. Sebab, dalam rantai pasok distribusi melibatkan banyak pihak.
Advertisement
Baca Juga
"Sangat mungkin (ada keterlibatan pihak lain). Karena banyak pihak yang manfaatkan cabai untuk kepentingan dia atau kelompoknya, terutama pengusaha industri. Dan itu dampaknya besar," kata dia.
Mansuri meminta pemerintah bertindak cepat menyelesaikan permasalahan ini. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pemerintah bertanggung jawab menjamin pasokan kebutuhan masyarakat.
"Ini harus segera ditindak. Pemerintah punya tanggung jawab berdasarkan UU 7 2014 yang mengamanatkan agar pemerintah memenuhi pasokan kebutuhan konsumen Caranya dengan pangkas rantai distribusi. Ini akan sulit kalau pemerintah tidak masuk ke sistem distribusi," ucap dia.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, masalah kecurangan yang dilakukan pengepul cabai ini merupakan ranah dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Namun dia berharap kasus ini bisa segera diselesaikan.
"Itu kan ke Kementerian Pertanian. (Saya) belum dapat laporan (terkait kasus tersebut)," tandas dia.
Sebelumnya, Kasubdit Industri dan Perdagangan (Indag) Dirtipideksus Bareskrim Polri, Kombes Hengki Hariyadi mengatakan pihaknya telah mengamankan dua orang tersangka atas kasus ini. Dua tersangka yang diketahui berinisial SJN dan SNO berperan sebagai pengepul cabai dari petani.
Menurut Hengki, seharusnya para pengepul ini menjual cabai ke sejumlah pasar induk. Namun, mereka malah mengalihkannya langsung ke perusahaan.
"Berdasar penyidikan 50 ton harus ke Pasar Induk, 80 persen berkurang, lari ke beberapa perusahaan," kata dia.
Hengki menambahkan, akibat hal itu cabai rawit merah yang harusnya masuk ke Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, menjadi langka. Hal ini mengakibatkan naiknya harga cabai di tingkat konsumen. "Kami temukan bulan Desember. Cocok ini," ucap dia.
Sementara, Direktur Penindakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Goprera Panggabean, mengatakan harga acuan cabai rawit merah yang dijual di tingkat konsumen seharga Rp 29 ribu berdasarkan Permendag Nomor 63/2016. Namun, karena adanya temuan ini, harga cabai yang sampai ke konsumen malah melonjak jauh.
"Meskipun ada petani yang lepas dengan harga Rp 70 ribu per kilo ke Pasar Induk, tapi harusnya enggak sampai lah di level Rp 120 ribu berapa di konsumen. Yang kita lihat memang ada margin terlalu besar," kata Goprera.
Dari tangan kedua tersangka, polisi mengamankan beberapa barang bukti. Di antaranya dokumen penjualan, dokumen pembelian, dan dokumen pembayaran. Kedua pelaku dikenai UU RI No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan usaha tidak sehat dan UU RI No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Terakhir, polisi berharap agar ke depannya tidak ada lagi oknum-oknum pengepul yang melakukan hal serupa, sehingga membuat masyarakat menjadi sulit untuk mengonsumsi cabai rawit merah.
"Kami membantu bapak-bapak dari Kementerian Pertanian, ketemu penjahatnya siapa, kasih tahu ke masyarakat jangan jadi pengepul mainin harga," kata Wakabareskrim Mabes Polri, Irjen Antam Novambar.‎ (Dny/Nrm)