Datangi Kantor ESDM, Warga Suku di Papua Cerita soal Freeport

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendengarkan keluhan perwakilan masyarakat Papua dari Suku Amungme dan Kamoro.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 08 Mar 2017, 16:30 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2017, 16:30 WIB
Terkait Izin Kontrak, Karyawan Freeport Gelar Unjuk Rasa
Ekspresi demonstran saat menggelar unjuk rasa di depan Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (7/3). Mereka meminta pemerintah agar tidak memaksakan perubahan Kontrak Karya (KK) ke Izin Usaha Khusus Pertambangan (IUPK). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendengarkan keluhan perwakilan masyarakat Papua dari Suku Amungme dan Kamoro. Mereka bercerita tentang keberadaan PT Freeport Indonesia selama menjalankan operasinya di tanah Papua.

Pantauan Liputan6.com, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (8/3/2017), belasan perwakilan masyarakat Papua tersebut tiba pukul 13.00 WIB, dan langsung diterima oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji, Staf Khusus Menteri ESDM Hadi M. Djuraid dan Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM Sujatmiko.

Seorang perwakilan dari Suku Amungme, Marianus Maknaipeku mengatakan, masyarakat tidak mengingunkan bagian saham Freeport, seperti yang diutarakan Pemerintah Kabupaten Mimika. Karena, sadar belum cukup mumpuni untuk mengelolanya.

"Kami tegaskan, kami tidak minta saham. Karena kami tidak mau gegabah," kata Marianus, di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (8/3/2017).

Marianus mengungkapkan, pihaknya hanya ingin kedua suku yang bermukim di sekitar tambang Freeport di Tembaga Pura tersebut, dilibatkan dalam proses negosiasi yang sedang dilakukan antara pemerintah dan Freeport dan perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dipercepat.

"Tolong dipercepat mungkin kurang dari 100 hari," tegasnya.

Sedangkan perwakilan dari Suku Kamoro, Simson mengungkapkan, masyarakat menyesali apa yang sudah terjadi di wilayahnya, seperti kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan, yang menyisakan lubang besar dan tidak bisa ditanggulangi.

"Di atas gunung sudah terlalu banyak lubang. Mungkin mukjizat saja yang bisa mengembalikan," tutup Simson.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya