Menkeu Tak Masalah Asing Kuasai Kepemilikan Perusahaan Asuransi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bukan masalah jika kepemilikan perusahaan asuransi mayoritas dimiliki oleh asing

oleh Septian Deny diperbarui 17 Apr 2017, 17:38 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2017, 17:38 WIB
Menteri Keuangan, Sri Mulyani
Menteri Keuangan, Sri Mulyani. (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bukan masalah jika kepemilikan perusahaan asuransi mayoritas dimiliki oleh asing. Hal ini diungkapkan dalam pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian.

Dia mengatakan, Indonesia sebenarnya telah memiliki aturan soal kepemilkan asing dalam perusahaan asuransi sebesar 80 persen. Namun lantaran terjadi krisis moneter pada 1999 yang menghantam industri asuransi di dalam negeri, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah 63 Tahun 1999 yang memberikan restu penambahan kepemilikan asing di atas 80 persen.

"Pada 1999 waktu krisis batas tersebut direlaksasi karena saat itu banyak industri asuransi yang harus naikan jumlah modal tapi tidak bisa karena krisis maka dilakukan revisi. Di mana pada PP 63 itu bahwa pada saat pendirian kepemilikan saham asing 80 persen," kata dia.

Menurut Sri Mulyani, akibat adanya PP tersebut, saat ini ada 19 perusahaan asuransi yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh asing. Dan lantaran adanya kepemilikan asing ini perusahaan asuransi tersebut bisa bertahan hingga saat ini.

"Kemudian akhirnya ada 19 perusahaan perasuransian kepemilikan asingnya di atas 80 persen. Itu terdiri dari 14 asuransi jiwa dan 5 perusahaan asuransi umum," kata dia.

Sri Mulyani menyatakan, ada dua alasan ketentuan 80 persen kepemilikan asing ini perlu dipertahankan. Salah satunya yaitu dengan kepemilikan asing akan membuat industri asuransi lebih mampu bertahan menghadapi risiko-risiko yang muncul.

"80 persen dipertahankan karena dua alasan. Ini karena sudah ada di peraturan sebelumnya. Selain itu kemampuan domestik untuk meng-absorb (menyerap) resiko sendiri masih terbatas dan mengundang asing untuk meng-absorb resiko ini menurut saya lebih menguntungkan Indonesia," tandas dia.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya