Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan audit ulang terhadap laporan keuangan 2016. Hal ini menyusul pemberian opini Tidak Menyatakan Pendapat‎ (TMP) atau disclaimer oleh BPK terhadap kementerian yang dipimpin oleh Menteri Susi Pudjiastuti tersebut.
Ketua BPKÂ Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan, pemberian opini tersebut sebenarnya bukan berarti laporan keuangan KKP bermasalah atau berpotensi tersangkut kasus hukum tertentu. Namun dari laporan keuangan tersebut yang diperiksa oleh BPK, ada hal-hal yang belum jelas pertanggungjawabannya.
"Iya, saya tadi juga sudah bilang kan belum tentu juga itu ada fraud-nya atau pidana atau fiktif. Belum tentu," ujar dia di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/5/2017).
Advertisement
Moerhamadi mengungkapkan, BPK juga telah berbicara dengan Inspektur Jenderal KKP Muhammad Yusuf. Dirinya meminta Yusuf untuk mengajukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) untuk laporan keuangan 2016.
"Itu kan tinggal pertanggungjawabannya saja kemarin. Jadi minta saja diaudit, dilakukan PDTT ke BPK. Saya sudah bilang ke Irjennya. Nanti dilakukan," kata dia.
Baca Juga
Mengenai waktu untuk melakukan PDTT, dia menyatakan hal tersebut tergantung kemauan pihak KKP. Nantinya BPK akan mengatur jadwal untuk PDTT bagi KKP. "Terserah surat dia. Dia ambil surat dari kita, nanti atur jadwalnya," tandas dia.
Sebelumnya, BPK memberi opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) atau disclaimer pada 6 Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) 2016. Salah satunya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan, pemberian WTP pada KKP karena ada pertanggungjawaban yang belum selesai.
"Jadi kita harus memisahkan antara prestasi kinerja Bu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan) dengan akuntabilitas di laporan keuangannya," kata dia.
Dia menyebut, hal itu salah satunya disebabkan oleh pengadaan kapal untuk nelayan. Pengadaan kapal ini seharusnya selesai sampai Desember 2016. Namun, pengadaan kapal diperpanjang sampai Maret 2017.
"Menurut aturan dia harus selesai 31 Desember 2016. Ternyata tidak selesai diperpanjang sampai dengan Maret," ujar dia.
Padahal, lanjut dia, syarat pertanggungjawaban itu adanya berita acara serah terima (BAST). Jadi, proses pertanggungjawaban ini ada yang belum selesai. "Jadi teman-teman (BPK) kurang yakin, apakah memang sudah selesai semua," ujar dia.
Selain KKP, ada beberapa K/L yang memperoleh opini TMP dari BPK yakni Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Bakamla, dan Badan Ekonomi Kreatif. Untuk diketahui opini TMP diberikan lantaran auditor tidak bisa meyakini apakah suatu laporan keuangan wajar atau tidak. (Dny/Gdn)