BPK Selamatkan Uang Negara Rp 13,66 Triliun selama semester I 2024

Salah satu langkah penyelamatan keuangan negara oleh BPK berasal dari penghematan pengeluaran negara melalui koreksi subsidi atau kompensasi listrik tahun 2022 dan 2023 sebesar Rp 2,57 triliun.

oleh Arthur Gideon diperbarui 03 Jan 2025, 17:45 WIB
Diterbitkan 03 Jan 2025, 17:45 WIB
Presiden Prabowo Subianto menerima Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2024 dari Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Isma Yatun, di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (02/01/2025). (Dok BPK)
Presiden Prabowo Subianto menerima Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2024 dari Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Isma Yatun, di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (02/01/2025). (Dok BPK)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menerima Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2024 dari Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis kemarin.

Berdasarkan laporan IHPS I 2024, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2023, yang mencakup 79 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN).

Dikutip dari Laporan IHPS I 2024, Jumat (3/1/2025), BPK berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp 13,66 triliun selama periode semester I tahun 2024. Angka tersebut berasal dari Pengungkapan permasalahan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan dengan rekomendasi penyetoran ke kas negara sebesar Rp 11,09 triliun.

Rekomendasi tersebut di antaranya telah dikembalikan ke kas negara, daerah dan perusahaan pada saat pemeriksaan sebesar Rp 1,61 triliun.

Rinciannya:

  • Kementerian Sosial sebesar Rp 578,63 miliar
  • Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp 136,29 miliar
  • Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebesar Rp 22 miliar
  • Pemerintah Provinsi Papua sebesar Rp 21,34 miliar.

Selain itu, menyelamatkan keuangan negara juga berasal dari penghematan pengeluaran negara melalui koreksi subsidi atau kompensasi listrik tahun 2022 dan 2023 sebesar Rp 2,57 triliun.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Isma Yatun menyampaikan penghargaan kepada pemerintah atas kerja sama yang baik dalam mendukung prinsip good governance, terutama terkait pengelolaan anggaran selama masa transisi pembentukan Kabinet Merah Putih.

Selain itu, Isma turut mengapresiasi Penerbitan PMK Nomor 90 Tahun 2024 yang mengatur tata cara penggunaan anggaran dan aset pada masa transisi, serta penunjukan kementerian/lembaga pengampu pelaksanaan anggaran tahun anggaran 2024.

BPK Dorong Tata Kelola Pendanaan yang Transparan dan Efektif di KTT Perubahan Iklim PBB

BPK untuk pertama kalinya ikut serta dalam pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties ke-29 (COP29).
BPK untuk pertama kalinya ikut serta dalam pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties ke-29 (COP29). (Ist)

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk pertama kalinya ikut serta dalam pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties ke-29 (COP29) yang digelar di Baku, Azerbaijan pada 11 sampai 24 November 2024.

Kehadiran ini menandai peran strategis BPK dalam mendorong efektivitas pendanaan perubahan iklim, baik di tingkat nasional maupun global.

Dalam kesempatan diskusi di Paviliun Indonesia, anggota VI BPK Fathan Subchi menyebut, langkah nyata Indonesia dalam melakukan transformasi fiskal.

"Salah satu langkah nyata yang disampaikan adalah kebijakan Dana Alokasi Umum (DAU) yang memungkinkan transfer dana dari pusat ke daerah berdasarkan indikator tutupan hutan, memberikan insentif bagi daerah untuk melindungi kawasan hutan dan ekosistemnya," ujar Fathan saat menghadiri KTT Perubahan Iklim, melalui keterangan tertulis, Senin (25/11/2024).

Dia menjelaskan, untuk mendukung upaya iklim di tingkat sub-nasional atau pemda telah didukung dengan keberadaan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Pada 2023, lanjut Fathan, kebijakan ini berhasil mendistribusikan dana sekitar 1 miliar dolar AS (sekitar Rp15 triliun). Sebagai perbandingan, kata dia, total pendanaan global REDD+ sebesar 3 miliar dolar sejak awal program tersebut.

"UU itu menjadikan tutupan hutan sebagai indikator yang membuat pemerintah provinsi, kabupaten atau kota mendapatkan kesempatan menerima pendanaan berdasarkan luas tutupan hutannya bersama dengan indikator penting lainnya," terang Fathan.

Tantangan Utama Pendanaan Iklim

Fathan juga menggarisbawahi tantangan utama dalam pendanaan iklim, yakni memastikan tata kelola yang efektif. Ia juga menjelaskan peran BPK dalam memastikan tata kelola pendanaan perubahan iklim yang transparan, akuntabel, sekaligus berkontribusi pada upaya global melawan krisis iklim.

"Indonesia memiliki kerangka hukum yang kuat untuk mengelola pendanaan iklim. Ini memastikan negara maju tidak perlu ragu akan efektivitas penggunaan dana yang diberikan," papar Fathan.

Lebih lanjut, Fathan mengungkapkan bahwa BPK juga aktif dalam pelatihan internasional guna membangun kapasitas pengelolaan pendanaan iklim.

"Kehadiran BPK di COP29 menunjukkan komitmen kami untuk memastikan pendanaan iklim menghasilkan dampak nyata dan terukur," terang dia.

Terkait hal itu, pihaknya juga telah membuat rekomendasi kepada kementerian/lembaga terkait agar membuat standar yang jelas untuk mengukur dan mengevaluasi deforestasi sebagai bagian dari rencana aksi iklim dan menyelaraskan target deforestasi di tingkat nasional dan sub-nasional dengan target FOLU Net Sink.

"Kami juga mengajak INTOSAI dan BPK seluruh dunia untuk lebih aware dan mengambil peran aktif dalam isu kebijakan iklim global guna mewujudkan bumi yang lebih ramah untuk kehidupan manusia di masa mendatang," pungkas Fathan.

  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya