Barang dan Jasa Harus Dipasang 2 Harga Saat Transisi Redenominasi

Gubernur BI Agus Martowardojo menuturkan, redenominasi merupakan penyederhanaan nilai mata uang yang tak kurangi daya beli masyarakat.

oleh Septian Deny diperbarui 25 Jul 2017, 17:30 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2017, 17:30 WIB
redenominasi-130123b.jpg

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memperkirakan proses penyederhanaan nominal rupiah atau redenominasi bisa dimulai pada 2020. Namun syaratnya, Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait hal tersebut bisa disahkan pada tahun ini.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan, sebenarnya, RUU Redenominasi Mata Uang ini adalah Undang-Undang yang mengizinkan penyederhanaan nilai rupiah dengan tidak mengurangi daya beli masyarakat.

Karena, lanjut Agus, yang disederhanakan bukan hanya rupiahnya. Akan tetapi harga barang dan jasa juga perlu dilakukan penyederhanaan.

"Jadi diyakini tidak ada dampaknya kepada daya beli masyarakat. Tentu dalam pembahasan menjadi jelas sekali bahwa redenominasi mata uang itu bukan sanering. Redenominasi Mata Uang itu adalah penyederhanaan nilai mata uang Rupiah yang tidak mengurangi daya beli masyarakat karena harga barang dan jasa juga dilakukan penyederhanaan secara bersamaan dan semua itu didasari Undang-Undang," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/7/2017).

Agus menyatakan, saat masa transisi dari redenominasi ini, barang atau jasa yang dijual di pasaran akan diwajibkan untuk mencantumkan harga dalam nominal rupiah lama dan rupiah baru. Dengan demikian, masyarakat mengetahui secara pasti harga barang dan jasa tersebut.

‎"Jadi misalnya harga barang dan jasa Rp 10 ribu menjadi Rp 10 kalau harga baru, dan rupiah yang sebelumnya Rp 10 ribu juga menjadi Rp 10. Jadi akan ada masa transisi kurang lebih 10 tahun di mana Undang-Undang mengharuskan barang dan jasa harus selalu mencantumkan harga baru dan harga lama. Sehingga kalau menggunakan rupiah lama berlaku harga lama, kalau menggunakan rupiah baru ya berlaku harga baru," ujar dia.

Diberitakan sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, hingga saat ini pihaknya terus melakukan persiapan untuk bisa melakukan redenominasi. Persiapan tersebut termasuk dalam hal edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.

"Iya, iya (sudah ada persiapan). Jadi yang paling utama adalah edukasi masyarakat dan sosialisasi," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa 24 Juli 2017.

Agus menuturkan, pihaknya telah memetakan proses redenominasi ini. Jika RUU Redenominasi ini bisa disahkan pada tahun ini, maka di 2020 redenominasi ini sudah bisa mulai dilaksanakan proses transisinya secara bertahap hingga 2024.

"Jadi kalau seandainya di 2017 ini bisa didukung oleh pemerintah dan DPR, di 2018 dan 2019 adalah tahun persiapan untuk berlaku 1 Januari 2020. 1 Januari 2020 sampai 2024, itu adalah masa transisi, di mana pada saat itu di Indonesia akan ada rupiah lama dan rupiah baru, tetapi bersama. Dan harga-harga barang dan jasa harus dengan Undang-Undang memenuhi untuk dipasang harga-harga baru dan harga lama," jelas dia.

Setelah itu, pada periode 2025-2029, kata Agus, BI mulai melakukan penarikan uang lama dari peredaran. Dengan demikian, proses redenominasi ini membutuhkan waktu setidaknya hingga 11 tahun.

"Setelah itu, setelah 5 tahun, baru tahap face out, yaitu pada 2025 sampai tahun 2029. Jadi ada periode kira-kira 11 tahun lah periode ini berjalan," kata dia.

 

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya