Menteri Susi: Ada Orang Lama dalam Kasus Lelang Kapal Vietnam

Ketiga kapal asing pencuri ikan itu sudah inkracht masuk dalam rampasan negara dan pemiliknya dikenakan denda Rp 500 juta.

oleh Nurmayanti diperbarui 27 Jul 2017, 13:48 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2017, 13:48 WIB
Kapal asing pencuri ikan
Lima kapal asing pencuri ikan yang ditangkap petugas Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Bitung, Sulawesi Utara. (Liputan6.com/Yoseph Ikanubun)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengapresiasi Kejaksaan Agung yang menunda pelelangan 3 unit kapal ikan asing pelaku pencurian ikan (illegal fishing), yang sedianya dilelang Kejaksaan Negeri Batam di Tanjung Pinang, pada Senin (24/7/2017).

Sebab dicurigai terjadi manipulasi pada praktik lelang ini. Susi membeberkan fakta, salah satu peserta lelang merupakan ‘orang lama’ yang pernah memenangkan pelelangan empat kapal Thailand yang ditangkap di Meulaboh, saat dirinya belum menjabat.

Sebab itu, dia menengarai pelelangan ini hanya akan dimanfaatkan penjahat perikanan yang sama dengan modus serupa.  “Ya tidak boleh (barang bukti kejahatan dilelang). Ini urusan kedaulatan, bukan hanya soal pencurian ikan,” tegas Menteri Susi dalam keterangannya, Kamis (27/7/2017).

Menurut dia, kebijakan pengelolaan barang bukti kapal hasil tindak pidana perikanan harus dipandang sebagai satu kesatuan upaya pemberantasan Illegal Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing, sehingga tidak tepat jika dilelang.

“Semenjak dibentuknya Satgas 115 dan perang melawan IUU Fishing, kita punya konsensus bersama, di mana Pak Presiden juga perintahkan dalam beberapa pidatonya, kalau kapal ikan asing yang melakukan penangkapan ilegal di Indonesia, ya ditenggelamkan atau dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan. Nah dimusnahkannya itu ada yang ditenggelamkan, ada yang dimonumenkan (sebagai koleksi museum pemberantasan IUUF), ada yang dikandaskan, tetapi bukan untuk dilelang,” ungkap dia.

Adapun tiga kapal yang sedianya dilelang, yakni KM KNF 7444 milik Vietnam yang ditangkap kapal polisi Bisma 8001 pada 25 Agustus 2016 di Laut Natuna. Kemudian KM KNF 7858 milik Vietnam yang ditangkap oleh Kapal Pengawas KP Orca 002 pada 27 Juli 2016 di Laut Natuna. Kemudian KM SLFA 5066 yang ditangkap oleh Kapal Pengawas KP Hiu 004 pada 16 Februari 2017 di Selat Malaka.

Menurut Menteri Susi, ketiga kapal tersebut sudah inkracht (diputuskan pengadilan) dirampas untuk negara dan pemiliknya dikenakan denda Rp 500 juta.

Ia berpendapat, pelelangan barang bukti kapal tindak pidana perikanan sebisa mungkin harus dihindari. Ini karena pelelangan seringkali menjadi upaya buy back dari pemilik kapal asing sebagai pelaku IUU fishing.

Potensi kembalinya kapal ikan hasil rampasan ke tangan para pelaku IUU fishing dan jaringannya terbuka sangat lebar dan tentunya akan kontraproduktif dengan upaya pemberantasan IUU fishing tanpa kompromi.

“Dari hal-hal seperti ini, apalagi harganya ditentukan rendah sekali, ya kita mengajukan peninjauan ulang meminta itu tidak dilakukan. Karena kalau itu dilakukan, nanti semua seperti itu. Nanti itu menjadi modus seperti jaman dulu lagi,” tambah Menteri Susi.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Eko Djalmo Asmadi. Eko berpendapat, kapal yang ditangkap di ZEE harus ditangkap untuk kemudian dimusnahkan. Berbeda bila penangkapan kapal berlangsung di wilayah laut teritorial, maka ada kemungkinan untuk mendapatkan subsider.

Eko juga ingin agar aparat terkait berhati-hati terhadap berbagai modus kejahatan perikanan. Beberapa modus baru yang dipakai, misalnya menggunakan Warga Negara Indonesia (WNI) sebagai seluruh awak kapal perikanan, dengan kapal berbendera Malaysia, tapi Vietnam sebagai pemilik kapal.

Menurut Eko, banyak kapal ikan asing yang memanfaatkan nelayan Indonesia sendiri untuk mencuri ikan-ikan di laut Indonesia.

Tonton video menarik berikut ini:


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya