Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 650 pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) menggelar aksi mogok kerja pada 3-10 Agustus 2017. Para pekerja JICT menuntut perusahaan untuk membayarkan kekurangan pendapatan sekitar lebih dari Rp 30 miliar sesuai Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja JICT, M. Firmansyah mengungkapkan, tuntutan pekerja JICT berawal dari perpanjangan kontrak antara JICT dengan Hutchinson yang menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ilegal dan menyebabkan kerugian negara hingga Rp 4 triliun.
"Komponen dari perpanjangan kontrak itu ada uang sewa yang dibayarkan dan berdampak ke hak pekerja. Uang sewa ini yang kami pertanyakan, apa dasar hukumnya. Tidak ada dasar hukumnya, sudah dibukukan BPK ilegal," jelas dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (3/8/2017).
Baca Juga
Firmansyah mengatakan, uang sewa ilegal perpanjangan kontrak JICT telah dibayarkan sejak 2015 dan telah berimbas pada pengurangan hak pekerja sebesar 42 persen. Padahal, pendapatan JICT naik 4,6 persen di tahun lalu.
"Rata-rata pendapatan JICT per tahun Rp 3,5 triliun-Rp 4 triliun. Gaji pekerja sudah tinggi, tapi pendapatan JICT lebih tinggi. Kalau hak pekerja mau dikurangi, kenapa gaji komisaris dan direksi naik 18 persen tahun lalu," tegas dia.
Ia menduga, pendapatan JICT sebesar Rp 3,5 triliun-Rp 4 triliun per tahun inilah yang diincar investor asing untuk melakukan perpanjangan kontrak jilid II dan mempolitisasi pekerja mengingat serikat pekerja JICT secara aktif menolak adanya perpanjangan kontrak tersebut.
"Tuntutan pekerja sesuai PKB yang sudah dirundingkan dengan direksi, nilainya lebih dari Rp 30 miliar. Jadi bukan Rp 95 miliar seperti yang diucapkan manajemen karena dari mana angka itu seolah-lah gaji kami besar. Ini kontradiktif pendapatan naik, tapi kenapa hak pegawai dipotong, ini yang kami pertanyakan," papar dia.
Puncaknya, Firmansyah bilang, perusahaan lebih membiarkan pendapatan perusahaan hilang dengan potensi Rp 200 miliar akibat mogok kerja dari 650 pekerja selama sepekan, ketimbang membayar kekurangan bonus pekerja lebih dari Rp 30 miliar.
"Keadaan di JICT lumpuh, ada peluang pendapatan yang hilang karena mogok kerja seminggu Rp 200 miliar. Direksi tidak apa rugi ratusan miliar, tapi nanti bisa pecat pegawainya yang mogok," terangnya.
Firmansyah menegaskan, pekerja JICT akan kompak mogok kerja sampai 10 Agustus mendatang. "Sebelum mogok kami sudah memenuhi aturan, seperti diskusi dua kali dengan manajemen, tapi tidak juga dipenuhi tuntutan kami. Kami mogok seminggu supaya tuntutan hak pekerja dibayar," pungkasnya.
Advertisement
Tonton video menarik berikut ini:
Â
Â