Menteri PPN Sebut Data Daya Beli Melemah Masih Misteri

Berdasarkan data, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2017 sebesar 5,01 persen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Agu 2017, 20:46 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2017, 20:46 WIB
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro buka-bukaan soal penurunan daya beli masyarakat Indonesia.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro buka-bukaan soal penurunan daya beli masyarakat Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro buka-bukaan soal penurunan daya beli masyarakat Indonesia. Ia menyebut, hal ini masih menjadi misteri karena pemerintah belum mampu melacak seluruh transaksi belanja di toko online yang sebenarnya bisa dimasukkan dalam indikator daya beli.

"Data daya beli ini memang agak misterius," kata Bambang saat Diskusi Indonesia Development Forum di kantornya, Jakarta, Jumat (4/8/2017).

Berdasarkan data, lanjutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2017 sebesar 5,01 persen. Selanjutnya pertumbuhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mencapai 13,5 persen di semester I-2017 dibanding periode sama tahun lalu.

"Kenaikan PPN itu artinya langsung dari transaksi. PPN muncul bukan karena ekspor yang tinggi, tapi karena konsumsi, investasi, atau transaksi. Kalau menurut Menteri Perindustrian berasal dari PPN sektor manufaktur," jelasnya.

Indikator lain, Bambang lebih jauh menuturkan, jumlah akun tabungan di Indonesia meningkat tajam. Bahkan ia menyebut tertinggi sepanjang sejarah. Ia menengarai, jumlah tabungan yang semakin banyak bisa ada beberapa kemungkinan.

Pertama, sambungnya, karena menghindari aturan intip data rekening nasabah domestik Rp 1 miliar walaupun faktanya tidak semudah itu. Kedua, kemungkinan karena masyarakat menahan belanja dengan alasan mempertimbangkan situasi politik, ekonomi sehingga masyarakat tidak jor-joran membelanjakan uangnya.

"Pertumbuhan konsumsi rumah tangga memang agak turun di kuartal I lalu sekitar 4,8 persen dari sebelumnya 4,9 persen sampai 5 persen. Investasi pun tidak nendang, jadi pertumbuhan ekonomi kuartal I-2017 ditopang ekspor," papar Bambang.

Belum lagi data penjualan mobil dan motor yang ikut terseret ke bawah. Bambang beralasan, karena aktivitas penjualan kendaraan bermotor terhenti selama dua pekan saat libur Lebaran, sehingga wajar jika terjadi penurunan.

"Tapi yang masih jadi misteri itu data berapa sih kenaikan transaksi belanja online. Apakah benar semua ritel turun? Tapi buktinya online, seperti mataharimall.com justru mendapat profit luar biasa. Ini kan artinya transaksi online belum terdata dengan baik, saya punya keyakinan statistik kita belum bisa meng-cover online secara penuh karena kita saja tidak berdaya memajaki online," terang Bambang.

Menurut Bambang, perlu dilakukan investigasi kenaikan omzet dari perusahaan-perusahaan logistik, seperti JNE, TIKI, dan lainnya. Termasuk merekam data permintaan masyarakat terhadap taksi online yang telah menggilas keberadaan taksi konvensional.

"Bisnis taksi juga lesu, tapi buktinya Jakarta masih macet tuh. Jadi taksi turun tidak mungkin, masih banyak yang naik taksi tapi taksi online. Nah itu yang tidak terekam dari statistik maupun pajaknya. Kita cuma lihatnya kasar mata, Mangga Dua sepi, kelihatannya tidak ada yang beli, tapi mereka beli dengan cara lain," paparnya.

"Jadi buat saya ini masih misteri. Saya bukan mau membela diri daya beli tidak turun. Cuma tolong diperhatikan faktor-faktor online, mungkin (transaksinya) lebih besar dari yang diperkirakan," tandas Bambang.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya