Jokowi Sudah Panggil 18 Menteri untuk Atasi Daya Beli

Pemerintah mencari cara untuk mengatasi masalah penurunan daya beli.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Agu 2017, 21:37 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2017, 21:37 WIB
 Pemerintah mencari cara untuk mengatasi masalah penurunan daya beli.
Pemerintah mencari cara untuk mengatasi masalah penurunan daya beli.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memanggil sebanyak 18 menteri untuk rapat mengenai persoalan daya beli masyarakat Indonesia yang disebut-sebut melemah. Pemerintah mencari cara untuk mengatasi problem tersebut.

"Daya beli sudah dibahas. Presiden pernah memanggil 18 menteri, termasuk saya untuk bisa mengatasi daya beli," ujar Bambang di kantornya, Jakarta, Jumat (4/8/2017).

Salah satunya strateginya, diakui Bambang, dengan mendorong belanja pemerintah, seperti pemberian bantuan sosial tepat waktu dan tepat sasaran. "Mengatasi daya beli salah satunya mendorong belanja pemerintah," katanya.

Di samping itu, Bambang menambahkan, ada bantuan sosial yang tidak tepat sasaran sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat. Sebagai contoh, lanjutnya, model penyaluran raskin dulu kan bukan langsung ke rumah tangga, tapi dititipkan ke Lurah. Distribusinya sudah jelas rumah tangga si A diberikan jatah beras 10 kg.

"Tapi si Lurah bilang masa cuma A yang dikasih, saudara saya juga kayaknya miskin nih. Akhirnya jatah si A dikurangi 5 kg, dan saudara Lurah dikasih 5 kg. Itu saja sudah berpengaruh ke ketimpangan dan ke daya beli kelompok ini yang berkurang karena diberikan ke rumah tangga yang memang tidak butuh," paparnya.

Sebelumnya, Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) tidak menampik terjadi penurunan volume dan nilai penjualan barang-barang konsumsi yang diproduksi sejumlah perusahaan consumer goods. Secara keseluruhan, konsumsi rumah tangga diyakini tetap menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi nasional.

Wakil Ketua KEIN, Arif Budimanta mengungkapkan, secara agregat, pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara nasional di kuartal I sekitar 5 persen, dan prediksinya tidak jauh berbeda pada kuartal II-2017 dengan pertumbuhan sekitar 4,9 persen-5 persen.

"Pertumbuhan konsumsi eceran juga masih tumbuh 5,1 persen, berdasarkan data Bank Indonesia. Jadi konsumsi masih tumbuh baik, tapi memang ada persoalan yang harus dilihat lebih dalam," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Kamis (3/8/2017).

Arif menyebut, laporan keuangan beberapa emiten berbasis konsumsi, seperti di industri pangan dan consumer goods, terjadi penurunan penjualan dari sisi volume maupun nilai laba di semester I-2017. Penyebabnya ada beberapa hal, pertama karena konsumen lebih memilih barang konsumsi sesuai kebutuhan.

"Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh lebih tinggi dibanding kredit. Jadi diduga konsumen lebih banyak saving ketimbang belanja, termasuk ada tahun ajaran baru sehingga masyarakat lebih mementingkan itu," ia menerangkan.

Lebih jauh Arif mengatakan, penurunan daya beli konsumen merupakan efek beruntun karena perusahaan-perusahaan tengah dalam proses konsolidasi, bukan ekspansi guna memperbaiki kinerja secara keseluruhan.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya