Ombudsman RI Usut Penerbitan SHM di Kasus Pagar Laut Pesisir Tangerang

Ombudsman RI bakal turun tangan dalam menangani penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) yang dibangun di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang, Banten.

oleh Tira Santia diperbarui 09 Jan 2025, 11:15 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2025, 11:15 WIB
ombud
Gedung Ombudsman RI (Liputan6.com/Setkab.go.id)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Ombudsman Republik Indonesia (RI), Hery Susanto, menekankan pentingnya kolaborasi lintas lembaga untuk menangani penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) yang dibangun di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang, Banten.

Menurutnya, pembangunan pagar laut ini menjadi sorotan publik karena berpotensi melibatkan malpraktik yang merugikan banyak pihak, termasuk masyarakat yang memiliki hak atas tanah di kawasan pesisir.

Hery menegaskan bahwa, ombudsman RI memiliki kewenangan untuk melakukan investigasi jika terdapat indikasi terjadinya pelanggaran atau malpraktik dalam proses penerbitan SHM, khususnya yang terkait dengan wilayah perairan atau laut.

"Ombudsman dapat melakukan investigasi jika ditemukan indikasi malpraktik, termasuk penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di laut," kata Hery di Jakarta, Jumat (9/1/2025).

Pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman sangat penting untuk memastikan bahwa prosedur administratif dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Malpraktik

Salah satu bentuk malpraktik yang dapat terjadi adalah penerbitan SHM di area laut yang seharusnya tidak bisa dijadikan objek hak milik pribadi.

Proses ini sering kali melibatkan banyak lembaga dan instansi pemerintah, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta pemerintah daerah.

Oleh karena itu, Hery menekankan bahwa kolaborasi antar lembaga tersebut sangat diperlukan untuk mengidentifikasi dan menangani potensi penyimpangan yang terjadi.

Hasil investigasi Ombudsman bisa menjadi dasar yang kuat bagi tindakan hukum lebih lanjut. Jika ditemukan adanya pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang di kasus pagar laut pesisir Tangerang, hasil investigasi dapat diteruskan ke lembaga penegak hukum, seperti kepolisian atau kejaksaan, untuk melakukan proses hukum yang lebih mendalam.

"Hasil investigasi dapat menjadi dasar bagi tindakan hukum lebih lanjut," pungkasnya.

Melanggar Aturan Ruang Laut

Keseruan Mancing Ikan Sambil Menunggu Buka Puasa
Warga mancing di tepi pantai pelabuhan kali Adem Muara Angke, Jakarta, Sabtu (18/4/2021). Bulan Ramadhan pada kesempatan ini walau di tengah masa pandemi Covid-19 warga yang memancing ikan sambil menunggu waktu berbuka puasa. (merdeka.com/Imam Buhori)

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merespon terkait ditemukannya pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) yang dibangun di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang, Banten. Pagar laut ini terus bertambah panjang dan sejauh ini tidak diketahui siapa yang membangunnya.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (DJPKRL), Kusdiantoro, menegaskan pemanfaatan ruang laut tanpa memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) merupakan pelanggaran.

Adanya pagar laut Tangerang mengindikasi adanya upaya orang untuk mendapatkan hak atas tanah di perairan laut secara tidak benar.

Kegiatan tersebut dapat menjadikan pemegang hak berkuasa penuh dalam menguasai, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati dan berpotensi menyebabkan perubahan fungsi ruang laut.

Selain itu, pemagaran laut tidak sesuai dengan praktek internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).

“Paradigma hukum pemanfaatan ruang laut telah berubah menjadi rezim perizinan, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010. Tujuannya adalah memastikan ruang laut tetap menjadi milik bersama yang adil dan terbuka untuk semua,” kata Kusdiantoro, di Jakarta, Kamis (9/1/2025).

 

Selesaikan Masalah Pagar Laut

Nadran Nelayan Tradisional Muara Angke
Nelayan tradisional Muara Angke melaksanakan ritual nadran pelarungan hasil bumi di perairan Jakarta, Minggu (26/11/2023). (merdeka.com/Imam Buhori)

Adapun untuk menyelesaikan masalah pagar laut di Tangerang, KKP menggandeng berbagai pihak mulai jajaran KKP, Ombudsman RI, Kementerian ATR/BPN, Kantah Tangerang, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten, DKP Tangerang, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), camat hingga kepala desa setempat serta pihak-pihak terkait lainnya.

Sebagai informasi, panjang 30,16 km itu meliputi 16 kecamatan dengan rincian:

  • tiga desa di Kecamatan Kronjo;tiga desa di Kecamatan Kemiri;empat desa di Kecamatan Mauk;
  • satu desa di Kecamatan Sukadiri;
  • tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan
  • dua desa di Kecamatan Teluknaga.

Kawasan Pemanfaatan Umum

Pagar laut sepanjang 30,16 km itu merupakan kawasan pemanfaatan umum yang berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2023 meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona perikanan budi daya, dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya