Analisis KEIN Soal Penurunan Daya Beli Masyarakat Indonesia

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara nasional di kuartal I sekitar 5 persen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 03 Agu 2017, 18:30 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2017, 18:30 WIB
20150827-Kenaikan Harga Sembako Bikin Daya Beli Turun-Jakarta
Pedagang menunggu pembeli di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Kamis (27/8/2015). Naiknya harga kebutuhan pokok membuat pembeli mengurangi pembelian bahan makanan hingga menyebabkan daya beli masyarakat turun. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) tidak menampik terjadi penurunan volume dan nilai penjualan barang-barang konsumsi yang diproduksi sejumlah perusahaan consumer goods. Secara keseluruhan, konsumsi rumah tangga diyakini tetap menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi nasional.

Wakil Ketua KEIN, Arif Budimanta mengungkapkan, secara agregat, pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara nasional di kuartal I sekitar 5 persen, dan prediksinya tidak jauh berbeda pada kuartal II-2017 dengan pertumbuhan sekitar 4,9 persen-5 persen.

"Pertumbuhan konsumsi eceran juga masih tumbuh 5,1 persen, berdasarkan data Bank Indonesia. Jadi konsumsi masih tumbuh baik, tapi memang ada persoalan yang harus dilihat lebih dalam," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Kamis (3/8/2017).

Arif menyebut, laporan keuangan beberapa emiten berbasis konsumsi, seperti di industri pangan dan consumer goods, terjadi penurunan penjualan dari sisi volume maupun nilai laba di semester I-2017. Penyebabnya ada beberapa hal, pertama karena konsumen lebih memilih barang konsumsi sesuai kebutuhan.

"Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh lebih tinggi dibanding kredit. Jadi diduga konsumen lebih banyak saving ketimbang belanja, termasuk ada tahun ajaran baru sehingga masyarakat lebih mementingkan itu," ia menerangkan.

Lebih jauh Arif mengatakan, penurunan daya beli konsumen merupakan efek beruntun karena perusahaan-perusahaan tengah dalam proses konsolidasi, bukan ekspansi guna memperbaiki kinerja secara keseluruhan.

"Oleh karenanya serapan tenaga kerja menjadi terbatas, kinerjanya agak menurun, sehingga berdampak ke kenaikan gaji pegawai di perusahaan swasta yang hanya disesuaikan berdasarkan inflasi, bukan pertumbuhan ekonomi plus inflasi sekitar 9-10 persen. Di pemerintahan pun sudah lama tidak ada penyesuaian gaji pokok, sehingga berpengaruh ke daya beli," pungkas Arif.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya