Agar Maksimal, Swasta Harus Dilibatkan dalam Tol Laut

Transportasi laut hanya berkontribusi 5 persen ke harga barang, sisanya yang berkontribusi tinggi adalah biaya distribusi ke pedalaman.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 11 Agu 2017, 16:45 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2017, 16:45 WIB
20161025-Tol-Laut-IA7
Budi Karya Sumadi bersama rombongan saat diatas KM Caraka Jaya Niaga III-4 yang digunakan sebagai kapal tol laut logistik Natuna di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (25/10). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Implementasi program Tol Laut yang sudah dijalankan pemerintah saat ini dinilai belum maksimal. Agar lebih mengena, Anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo mengusulkan pengelolaan program ini juga melibatkan swasta, dimana sudah lebih dahulu melayari pulau-pulau di Indonesia.

“Biaya subsidi tol laut sangat besar, tetapi kurang efektif menekan harga di daerah-daerah tujuan tol laut. Padahal pelayaran swasta sudah lebih dulu melayari daerah-daerah di seluruh Indonesia dengan 14.000 kapal, sedangkan kapal tol laut baru 6 kapal,” kata Bambang dalam keterangannya, Jumat (11/8/2017).

Dia mencontohkan di Papua yang menjadi daerah tujuan tol laut. Sebelum program ini dijalankan, harga beras di Papua pada waktu itu sudah Rp 13.000 per kilogram (kg). Namun sampai saat ini harga itu belum signifikan ditekan.

Menurut Bambang, tidak adanya dampak pada penurunan harga barang karena tol laut tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab dalam melakukan stabilisasi harga barang seperti Bulog dan Pertani.

Pihak yang memanfaatkan program ini justru pedagang yang menyesuaikan harga dengan mekanisme pasar. Para pedagang ini tidak berkomitmen berdagang sesuai regulasi, yakni tidak ada regulasi harga, regulasi distribusi, regulasi kualitas barang. Akhirnya harga barang-barang tetap tinggi.

Bambang menambahkan meski konsep dan tujuannya bagus, untuk menekan disparitas harga tidak cukup dengan memberikan subsidi terhadap kapal pengangkut.

“Transportasi laut dikatakan sebagai penyebab disparitas harga selama ini itu keliru, karena transportasi laut hanya berkontribusi 5 persen terhadap harga barang. Sisanya yang paling banyak berkontribusi adalah biaya distribusi ke pedalaman. Selama ini distribusi ke pedalaman menggunakan pesawat-pesawat perintis. Inilah yang membuat mahal,” tuturnya.

Bambang memberikan saran, untuk menekan disparitas harga di pedalaman Indonesia, bukan hanya tol yang diperhatikan. Di Indonesia, panjang jalan darat keseluruhan mencapai 530.000 km, dan 60-70 persen kondisinya rusak dan susah dilalui kendaraan. Sedangkan jalan tol totalnya hanya 1.000 km.

“Jika jalanan di Indonesia diperbaiki, jalur darat akan terbantu sehingga distribusi barang berjalan lancar. Dengan demikian dapat menekan disparitas harga.”

Hal senada juga disampaikan Ketua Komisi Tetap Sarana dan Prasarana Perhubungan KADIN Indonesia, Asmary Herry. Menurutnya, program tol laut yang sudah berjalan 2 tahun belum dapat menekan disparitas harga.

Dia menambahkan tol laut dengan subsidi dari pemerintah dengan sistem sekarang ini biayanya sangat besar, bisa dihemat dengan sinergi dengan swasta.

“Soal mekanisme penetapan swasta yang sudah lebih dulu melayari rute tersebut ya diserahkan ke pemerintah,” tambah Asmary.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:


Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya