Struktur Cukai Rumit Ciptakan Persaingan di Industri Tembakau

Pemerintah diminta menciptakan kondisi persaingan usaha yang sehat di sektor industri hasil tembakau.

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 12 Agu 2017, 12:30 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2017, 12:30 WIB
20160119-Buruh-Tembakau-AFP
Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau di pabrik rokok di Jember (13/2/2012). (AFP / ARIMAC WILANDER)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diminta menciptakan kondisi persaingan usaha yang sehat di sektor industri hasil tembakau. Saat ini dinilai ada persaingan tidak setara antara pabrikan rokok besar dan kecil. Akibatnya, ada pabrikan besar yang memanfaatkan celah struktur cukai yang rumit dan membayar cukai dengan tarif yang lebih rendah.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, dasar pembagian golongan besar dan kecil ini memperumit sistem tarif cukai hasil tembakau. Ini membuka celah adanya pelanggaran lantaran adanya perbedaan tarif antar golongan tersebut.

“Ini menyebabkan negara mengalami kerugian dari sisi penerimaan. Pemerintah harus lebih jeli. Hal ini penting demi melindungi pabrikan kecil. Contoh kasus, saat ini ada pabrikan rokok besar yang membayar cukai sigaret putih mesin (SPM) golongan dua dengan tarif yang rendah, saya berpikir ini sudah salah fatal,” ujar Yustinus di Jakarta, ditulis Sabtu (12/8/2017).

Ia mencontohkan saat ini, tarif cukai untuk SPM terdiri dari 3 lapis di mana tarif paling atas dan lapisan bawahnya memiliki celah yg cukup besar. Akibatnya, pabrikan yang bermodal besar memanfaatkannya.

“Penggolongan pabrikan seharusnya bukan dari jenis rokok yang dibuat. Tapi dari besarnya skala atau volume produksi perusahaan. Kalo perusahaan itu sudah memproduksi sigaret kretek mesin dan dikenakan tarif yang paling tinggi, harusnya mereka juga membayar cukai yang paling tinggi untuk jenis sigaret putih mesin atau sebaliknya. Hemat saya, basisnya harus fairness. Aturan harus fair, adil bagi para pelaku usaha, serta tidak boleh diskriminatif," lanjut Yustinus.

Senada, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Amir Uskara mengatakan, hal ini terjadi karena pemerintah menaikkan cukai rokok hingga 10,5 persen di awal 2017, dengan harapan tambahan dana cukai tersebut dapat digunakan membiayai program-program pemerintah. r.

“Kalau bersaing, haruslah adil. Kalau besar, bersainglah dengan yang besar dan membayar tarif cukai yang sesuai. Kebijakan cukai rokok harus bisa menutup celah ini,” kata Amir.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya