Liputan6.com, Jakarta Saat masih berusia 9 tahun, Cleusa Maria lebih mahir menggunakan cangkul dan garu dibanding harus bermain dengan boneka. Tak seperti anak-anak sebayanya, wanita yang dibesarkan di pinggiran kota Sao Pao, Brazil ini harus menjalani usia mudanya untuk bekerja sebagai buruh anak.
Setiap hari, Maria membantu sang ayah bekerja di kebun. Meski bukan milik sendiri, kebun yang digarapnya tersebut setidaknya bisa memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Hari-harinya berjalan seperti biasa, hingga pada usia 12 tahun sang ayah meninggal dunia. Tidak ada lagi yang bisa menafkahi keluarga, ibunya juga harus berjuang mati-matian menghidupi Maria dan 9 saudaranya.
Advertisement
"Saat itu saya baru mengerti bahwa sesuatu bisa menjadi buruk kapan saja," tutur Maria seperti dilansir dari BBC, Rabu (23/8/2017).
Baca Juga
Lantas, ia bersama ibu dan saudara-saudaranya memutuskan pindah ke rumah nenek. Maria dan sang ibu bekerja di pabrik gula menjadi buruh potong tebu. Setiap hari ia bekerja selama 10 jam.
Bosan dengan hidup yang serba kesusahan, Maria akhirnya bertekad untuk bisa mengubah nasibnya. Di usia 17 tahun ia memutuskan hijrah ke kota untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Kehidupan yang dijalaninya kala itu pun jauh dari cukup. Ia hanya punya waktu libur dua hari selama sebulan. Semua gajinya pun ia kirim ke kampung untuk membantu ibu dan adik-adiknya.
Bertekad sukses
Menjalani hidup sebagai pembantu rumah tangga tak lantas membuat Maria puas. Ia merasa banyak kesenjangan yang harus dirasakannya apalagi ketika bekerja dengan orang berada.
Dengan tekad yang besar, Maria akhirnya memutuskan untuk keluar dari pekerjaan. Ia kemudian masuk ke sekolah kejuruan agar bisa bekerja kantoran sebagai seorang resepsionis.
Di tahun 1995, Maria dihadapkan pada satu kesempatan yang mengubah hidupnya. Istri dari bos tempat ia bekerja memintanya untuk membantu membuat kue. Tak tanggung-tanggung, Maria diminta merancang kue seberat 35 kilogram.
"Istri bos saya senang untuk menjual kue. Suatu hari, ia mengalami cedera kaki. Dia kemudian meminta saya untuk membantunya membuat kue. Saya tidak pernah memanggang sebelumnya, saya hanya mengikuti instruksi. Untungnya hasil kue itu memuaskan," cerita Maria.
Sang istri bos sangat senang dengan kue yang Maria buat. Ia pun menghadiahi Maria sebuah mixer dan meminta Maria membuat kue lebih banyak untuk teman-temannya.
Setelah itu, semua kesempatan makin terbuka lebar untuk Maria. Ia tak hanya bekerja sebagai resepsionis, kala malam Maria juga sibuk membuat pesanan berbagai kue.
Dua tahun setelahnya, Maria memutuskan untuk keluar dari pekerjaan. Ia membuka gerai toko kue pertamanya yang diberi nama Sensacoes Doces.
Kerja kerasnya membuahkan hasil. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, ia mampu membuka cabang di empat tempat berbeda.
Advertisement
Makin sukses
Setelah mampu dikenal luas oleh masyarakat, salah seorang teman menyarankan Maria untuk membuat franchise. Meski ia tidak terlalu tahu tentang dunia franchise, wanita ini akhirnya memutuskan untuk mengikuti saran temannya tersebut.
Benar saja, hanya dalam waktu singkat, gerai kuenya kini menjamur di 50 lokasi berbeda.
Dua dekade setelah ia membuka gerai toko pertamanya, Maria kini memiliki lebih dari 300 outlet di 13 negara bagian di Brazil. Tiap toko, ia mempekerjakan lebih dari 15 orang pegawai.
Maria menuturkan, ia memiliki dua mimpi besar dalam hidupnya. Ia ingin membuat sang ibu tidak lagi harus bekerja di ladang tebu. Ia juga ingin anak-anaknya tidak merasakan pengalaman pahitnya dulu.
"Awalnya saya takut bisnis ini berkembang sangat pesat dan saya tidak memiliki pengalaman yang cukup. Tapi di satu poin saya mengerti bahwa semuanya akan baik-baik saja. Saya bahkan harus bersyukur sudah bisa berada di titik ini," tutur Maria.
Tonton video menarik berikut ini:
Â
Â