Menko Luhut: Unjuk Rasa Anarkistis Pekerja Freeport Langgar Hukum

Aksi unjuk rasa pekerja Freeport yang salah satunya menuntut perusahaan mempekerjakan kembali karyawan yang telah dipecat.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 22 Agu 2017, 10:00 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2017, 10:00 WIB
Papua
Ratusan karyawan Freeport mita kejeasan tuntutan terhadap nasib mereka

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, aksi anarkis‎tis yang dilakukan ribuan karyawan PT Freeport Indonesia,‎ beserta perusahaan subkontraktornya di Timika ‎merupakan tindakan melanggar hukum.

Luhut menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Segala hal termasuk kegiatan aksi unjuk rasa sudah memiliki ketentuan. Sesuai aturan, jika aksi tersebut anarkis menjadi urusan pidana‎ dan hal ini harus dipertanaggungjawabkan oleh pelaku.

"Yang melanggar aturan demonstrasi kan ditahan, proses hukum. Kita kan negara hukum. Jadi demonstrasi kan perlu izin, tempatnya dimana, jam berapa, tidak boleh merusak, kalau merusak kan pidana," kata Luhut di Jakarta, Selasa (22/8/2017).

Menurut Luhut, aksi unjuk rasa pekerja Freeport yang salah satunya menuntut perusahaan mempekerjakan kembali karyawan yang telah dipecat, menjadi urusan keduabelah pihak. Pemerintah dikatakan hanya akan bertindak sesuai koridor, dengan memfasilitasi mediasi kedua belah pihak.

‎"Urusan mereka dengan perusahaan, kita juga. Itu urusan mereka kita enggak ikut campur. Bahwa kita menghimbau ya sah-sah saja. Semua kita bermain dalam koridor aturan main, banyak intervensi enggak bener juga," tutur Luhut.

‎Sebelumnya, Kapolda Papua Irjen Polisi Boy Rafli Amar menyesalkan adanya aksi anarkistis yang dilakukan ribuan karyawan PT Freeport Indonesia beserta perusahaan subkontraktornya di Timika mulai Sabtu siang hingga malam.

"Ini bukan unjuk rasa lagi, tapi perbuatan kriminal. Kita sangat menyayangkan dan tentu kita akan lakukan investigasi atas peristiwa ini," kata Boy Rafli.

Boy menegaskan, tindakan perusakan dan pembakaran kendaraan dan fasilitas perkantoran, baik milik PT Freeport maupun PT Petrosea merupakan pelanggaran hukum berat.

"Langkah prioritas yang dilakukan saat ini, yaitu menghalau mereka mulai dari Mil 28, lalu mereka bergerak ke Mil 26 dan selanjutnya masuk dalam Kota Timika," ucap Boy.

Tonton video menarik berikut ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya