BKPM: Kesepakatan RI-Freeport Beri Sinyal Positif Buat Investasi

Saat ini pemerintah harus memberikan kepastian soal kebijakan fiskal untuk sektor pertambangan.

oleh Septian Deny diperbarui 29 Agu 2017, 13:22 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2017, 13:22 WIB
Kepala BKPM  Thomas Lembong menyatakan, kesepakatan RI-Freeport sebuah langkah positif bagi kedua pihak.
Kepala BKPM Thomas Lembong menyatakan, kesepakatan RI-Freeport sebuah langkah positif bagi kedua pihak.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia akhirnya mencapai kata sepakat dalam proses negosiasi. Salah satu poin dalam kesepakatan tersebut adalah Freeport setuju untuk melepas (divestasi) 51 persen saham ke Indonesia‎.

Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menyatakan, kesepakatan tersebut merupakan sebuah langkah positif bagi kedua pihak. ‎Sebab, selama ini proses negosiasi perpanjangan kontrak Freeport memang berlangsung alot.

"Kesan saya ini suatu miles stone, langkah positif. Yang penting adalah komunikasi lancar antara pemerintah dengan Freeport dan komunikasi berjalan intensif dan berkelanjutan, dan moga-moga dalam suasana yang positif dan konstruktif," ‎ujar dia di Kantor BKPM, Jakarta, Selasa (29/8/2017).

Namun demikian, lanjut Thomas, adanya kesepakatan tersebut hanya sebuah awal. Masih banyak hal-hal yang masih harus dirundingkan oleh pemerintah dengan Freeport terkait kelanjutan investasi perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut di Indonesia.

"Sejauh yang saya tahu, perjalanan masih belum selesai, masih ada perjalanan selanjutnya. Bayangannya saya sekarang kedua belah pihak harus mendetailkan banyak hal seperti harga divestasi, kemudian detail-detail dari parameter fiskal. Seberapa jauh pemerintah bisa berikan kepastian jangka panjang karena nilai investasinya ratusan triliun, lebih dari Rp 200 triliun untuk satu proyek tunggal. Berarti kan balik modalnya bagi mereka puluhan tahun," jelas dia.

Oleh sebab itu, menurut Thomas, saat ini pemerintah juga harus memberikan kepastian soal kebijakan fiskal untuk sektor pertambangan. Dengan demikian, diharapkan lebih banyak investor di sektor pertambangan dan pengolahannya yang masuk ‎ke Indonesia.

"Berarti butuh kepastian soal parameter fiskal, karena kalau di tengah jalan diubah secara drastis, hitungan investasi jangka panjang bisa kacau. Tapi proses seperti ini butuh waktu, harus melewati beberapa miles stone, beberapa rest stop. Yang penting sejauh mungkin kita upayakan suasana yang kondusif, yang positif, kalem dan profesional," tandas dia.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Isi kesepakatan

PT Freeport Indonesia akhirnya mengikuti keinginan pemerintah Indonesia. Perusahaan ini menyepakati empat poin negosiasi seiring perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyebutkan, poin yang menjadi kesepakatan terkait pelepasan saham (divestasi) dengan total sebesar 51 persen kepada pihak nasional. Hal ini sesuai dengan keinginan pemerintah. Untuk detail mekanisme pelepasan saham dan waktunya, akan dibahas lebih lanjut dalam pekan ini.

"Pertama itu mandat Bapak Presiden bisa diterima Freeport, divestasi yang dilakukan Freeport 51 persen total," kata Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (29/8/2017).

Poin kedua, kata Jonan, berkaitan dengan pembangunan fasilitas pengelolaan dan pemurnian mineral (smelter) harus dilakukan dalam lima tahun, sejak IUPK terbit. Targetnya pembangunan smelter rampung pada Januari 2022.

Menurut Jonan, Freeport juga telah sepakat memberikan Indonesia bagian lebih besar ketika sudah menyandang status IUPK, dibanding‎ saat bersatatus KK. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, tentang pertambangan mineral dan batu bara (minerba).

Selain itu, kedua belah menyetujui masa operasi Freeport diperpanjang 2x10 tahun, usai habisnya masa kontrak ‎pada 2021. Dengan begitu, Freeport bisa mengajukan perpajangan masa operasi untuk masa pertama sampai 2031. Itu jika memenuhi persyaratan diperpanjang kembali sampai 2041.

"Ada perpanjangan masa operasi masimum 2x10 tahun sampai 2031 dan 2041, perpanjangan pertama bisa langsung diajukan," tutup Jonan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya