Liputan6.com, Jakarta Kebutuhan energi di Indonesia meningkat setiap tahunnya, terutama pada sektor migas (minyak dan gas). Salah satu indikatornya ialah meningkatnya jumlah pemakai kendaraan bermotor. Pada 2013, Badan pusat statistik (BPS) mencatat jumlah kendaraan bermotor sebanyak 104 juta, lalu pada 2015 jumlah meningkat menjadi lebih dari 122 juta unit.
Peningkatan kebutuhan energi migas yang cukup tinggi ini pun perlu diantisipasi. Antisipasi harus dilakukan agar tidak terjadinya krisis energi dalam menyesuaikan kebutuhan energi yang diperlukan. Bayangkan apabila di masa depan kita harus hidup tanpa sumber daya ini?
Fenomena ini merupakan tantangan besar yang harus dihadapi oleh semua pihak, terutama pada sektor hulu migas. Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), lifting migas telah turun dari 2,34 juta barel setara minyak per hari pada 2010 menjadi 1,928 juta barel setara minyak per hari pada Juli 2017.
Tanpa adanya penemuan energi cadangan baru, lifting diperkirakan terus merosot menjadi 1,75 juta barel setara minyak per hari di tahun 2020. Penurunan lifting migas ini tak terlepas dari kondisi migas saat ini yang dirasakan Indonesia. Diketahui, sekitar 72 persen dari produksi migas berasal dari lapangan-lapangan yang sudah berproduksi lebih dari 30 tahun.
Sudah ‘tua’nya lapangan tersebut, tentu dampak produktivitas terus menurun. Maka dari itu, sejumlah langkah perlu diambil. Mulai dari menerapkan teknologi baru pada lapangan-lapangan yang ada hingga melakukan eksplorasi untuk mencari cadangan-cadangan migas baru. Namun, hal tersebut sama-sama memerlukan investasi yang sangat besar.
Selama ini pemerintah Indonesia bekerja sama dengan kontraktor kontrak kerja sama (Kontraktor KKS). Para Kontraktor KKS ini menyediakan investasi sekaligus melakukan pekerjaan eksplorasi dan produksi migas untuk pemerintah Indonesia. Nantinya, hasil produksi migas akan dibagi dengan pemerintah Indonesia.
Ironinya, iklim investasi di industri hulu migas mengalami tantangan berat. Secara global, harga minyak dunia belum stabil dari keterpurukan yang terjadi semenjak pertengahan 2014 lalu. Kondisi tersebut memaksa perusahaan migas harus menekan pengeluaran, termasuk pengeluaran investasi demi mecegah kerugian.
Selain tantangan tersebut, dari dalam negeri, industri hulu migas juga menghadapi tantangan tidak mudah. Dalam menyusun prioritas investasinya, perusahaan migas biasanya membandingkan kemudahan berinvestasi di suatu negara dengan negara lain.
Untuk itu, seharusnya Indonesia mampu menjamin iklim investasi hulu migasnya lebih menarik dari negara-negara lain. Saat ini masih terdapat beberapa hal yang dikeluhkan oleh investor, di antaranya adalah kepastian regulasi dan kemudahan perizinan.
Masalah tersebut merupakan pekerjaan rumah yang harus dijawab oleh semua pihak di Indonesia. Tanpa iklim investasi yang kondusif, mustahil sektor ini dapat menyediakan energi untuk menopang pertumbuhan ekonomi.
(*)
Menjaga Kontribusi Migas untuk Pasokan Energi Nasional
Kebutuhan Energi di Indonesia Meningkat Setiap Tahunnya, Terutama pada Sektor Migas
diperbarui 22 Sep 2017, 05:00 WIBDiterbitkan 22 Sep 2017, 05:00 WIB
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Cara Mengobati Gusi Bengkak Disertai Nyeri, Lakukan dengan Benar
Cara Cek Ginjal Sendiri untuk Mendeteksi Kondisinya, Ini Waktu yang Tepat
Guntur Soekarnoputra Ulang Tahun ke-80, Luncurkan Buku Sangsaka Melilit Perut Megawati
5 Cara Mengolah Daun Murbei untuk Dikonsumsi, Ampuh Turunkan Kolesterol dan Menjaga Kesehatan Jantung
Cara Membuat Barcode Berikut Jenis dan Manfaatnya, Menarik Diketahui
MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, DPR: Angin Segar bagi Buruh
One UI 7 Beta Segera Hadir! Simak Daftar HP Samsung yang Kebagian
Difteri Adalah Penyakit Infeksi Akibat Corynebacterium Diphtheria, Kenali Gejalanya
Panglima TNI Agus Subiyanto Mutasi 76 Perwira Tinggi, Ini Daftarnya
Daniel Cormier Sebut Ilia Topuria Pantas Menyandang Gelar Petarung UFC Terbaik 2024
80 Rumah Warga di Lampung Tengah Diterjang Angin Puting Beliung, Tak Ada Korban Jiwa
WHO: Minuman Beralkohol adalah Faktor Risiko Utama Kematian Dini dan Disabilitas di Kalangan Usia Muda