Bos Go-Jek Berbagi Kisah Bisnis hingga Miliki 500 Ribu Pengemudi

Nadiem Makarim mengatakan penggunaan aplikasi dapat menciptakan kegiatan yang dapat menghasilkan pendapatan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 27 Okt 2017, 09:46 WIB
Diterbitkan 27 Okt 2017, 09:46 WIB
GMIC 2017
CEO & Founder Go Jek Nadiem Makarim (kedua kiri) berbicara pada Global Mobile Internet Conference (GMIC) di ICE BSD, Tangsel, Selasa (25/9). GMIC merupakan ajang pendorong penggiat teknologi membangun masa depan digital. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta CEO and Founder of Go-Jek Indonesia Nadiem Makarim menilai keberadaan teknologi telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut sudah terbukti dari bisnis transportasi online yang dia lakoni.

Nadiem mengatakan,‎ penggunaan aplikasi dapat menciptakan kegiatan yang dapat menghasilkan pendapatan, tanpa perlu diskusi atau perumusan kebijakan.

"Sekarang potensi impact terhadap kesejahteraan rakyat Indonesia adalah teknologi karena dampaknya paling cepat tidak perlu dirumuskan diskusi dan lainnya, karena saat aplikasi keluar bisa cepat keluar," ujar dia saat menjadi narasumber Market Outlook Be A Game Changer In Digital Era 2017, di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis malam (26/10/2017).‎

Nadiem mencontohkan, Go-Jek yang saat ini memiliki 500 ribu pengemudi terdiri dari mobil atau motor. Semuanya diatur dengan teknologi‎ dalam satu aplikasi. Mulai dari pencarian penumpang, pembayaran, bahkan sampai pemberian insentif dan hukuman.

"Go-Jek sekarang punya 500 ribu driver, itu bagaimana mengaturnya. Bukan manusia tapi teknologi, insentif hukum berdasarkan rating dari pelanggan," jelas Nadiem.

Dia mengaku, sebelum mendirikan Go-Jek, sempat melakukan studi tentang aktivitas tukang ojek pangkalan saat mencari nafkah. Faktanya, tukang ojek pangkalan tidak efisien. Mereka menghabiskan waktu hingga 10 jam untuk mencari penumpang. Sementara penumpang yang memanfaatkan jasa ojek tersebut hanya empat orang. 

"Ini orang kerja lebih keras tapi utilisasinya hanya 20 peren dari waktu kerjanya," kata Nadiem.

Namun, kondisi tersebut saat ini telah berubah. Usai kemunculan teknologi digital lewat aplikasi gagasannya‎ melalui transportasi berbasis online, pengemudi ojek dan penumpang dipertemukan dalam satu aplikasi. Hal ini membuat pengemudi ojek jauh lebih produktif.

Bahkan, rata-rata pendapatan pengemudi Go-Jek bisa mencapai Rp 5 juta hingga Rp 8 juta per bulan. Kondisi ini mendorong migrasi masyarakat berpendapatan bawah menjadi menengah.

"Go-Jek dibangun keterampilan pengemudi Go-Jek, saat ini pendapatannya Rp 5 juta-Rp 8 juta per bulan mendorong masuk middle class‎," tutur Nadiem.

Nadiem melanjutkan, adanya teknologi pada transportasi berbasis online dapat menciptakan kesetaraan sosial. Melalui jasa pemesanan makanan yang ada dalam aplikasi Go-Jek, masyarakat mampu yang sebelumnya enggan membeli makanan di warung dengan aplikasi Go-Food bisa menikmati makanan yang sebagian besar pelakunya adalah usaha kecil menengah (UKM).

"Sekarang Go-Food yang order 80 persen, dari menengah ke atas penjualnya UKM," tutur Nadiem.

Menurut Nadiem, keberadaan teknologi membawa efisiensi pada sektor transportasi. Sebelum transportasi berbasis aplikasi hadir, pengemudi ojek konvensional sesuka hati memasang tarif.

Namun, kondisi berubah setelah ada teknologi, sehingga memenangkan semua pihak, yaitu pendapatan pengemudi naik dua kali lipat, tarif turun sepertiga, dan produktivitas pengemudi dalam mengangkut penumpang naik menjadi 10 kali.

‎"Apa yang terjadi teknologi meciptakan efisiensi, semua pihak menang bersamaan. Driver menang, pelanggan menang dan sekarang ada Go-Food warung menang," dia menandaskan.

Tonton Video Pilihan Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya