Liputan6.com, Jakarta - Chairman Panasonic Gobel Group Rahmat Gobel mengatakan, masalah penyerapan tenaga kerja yang terus menurun harus segera dicari solusinya. Salah satu yang bisa dilakukan ialah dengan memperbanyak lapangan kerja di sektor pangan, yaitu pertanian dan perikanan.
Mantan Menteri Perdagangan ini mengatakan, turunnya penyerapan tenaga kerja tiap tahun disebabkan lebih kondisi ekonomi yang tengah lesu. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh situasi di dalam negeri, tetapi juga kondisi ekonomi global.
Baca Juga
"Memang kondisinya karena ekonomi lesu. Bukan karena kondisi di Indonesia tapi dampak dari luar, seperti harga batu bara turun dan lain-lain. Itu berpengaruh pada ekonomi kita, termasuk dampak ke perdagangan dan industri," ujar dia di kawasan Harmoni, Jakarta, Rabu (15/11/2017).
Advertisement
Namun demikian, lanjut Rahmat, bukan berarti tidak ada jalan keluar untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja ini. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menggali potensi di sektor pangan melalui industrialisasi.
"Tapi masih banyak potensi lapangan kerja karena belum digali. Misalnya di sektor pangan, pertanian kelautan. Yang harus kita dorong sektor pangan. Apalagi ada tema besar dunia soal krisis pangan. Ini belum intensif kita kembangkan," kata dia.
Rahmat optimistis jika sektor pangan ini digarap secara serius, akan membuka banyak lapangan kerja sehingga mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja di dalam negeri.
"Kenapa pangan? Karena ini suatu kebutuhan. Industri-industri ini harus dibangun. Kita masih ada masalah pangan seperti beras, gula. Kita punya potensi yang belum digali, saya masih optimis, potensi masih besar‎," ujar dia.
Â
Orang Menganggur Paling Banyak di Maluku
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,04 juta orang dengan tingkat 5,50 persen pada Agustus 2017. Angka pengangguran tertinggi ada di Maluku, dan paling sedikit ada di Bali.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS M Sairi Hasbullah mengungkapkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi tercatat ada di Provinsi Maluku sebesar 9,29 persen. Penyebabnya karena indikasi terganggunya sektor perikanan di daerah tersebut.
"Indikasinya ada gangguan industri perikanan di Maluku bukan selalu karena cuaca dan banyak tenaga kerja yang bergantung di perikanan. Jadi, di Maluku Tengah, Tual itu tinggi sekali angka penganggurannya," ujar dia di kantornya, Jakarta, Senin, 6 November 2017.
Selain di Provinsi Maluku, TPT tinggi lainnya terjadi di Banten 9,28 persen, Jawa Barat (Jabar) 8,22 persen, Sulawesi Utara (Sulut) 7,18 persen, Kepulauan Riau 7,16 persen, dan DKI Jakarta dengan TPT 7,14 persen, serta Kalimantan Timur (Kaltim) 6,91 persen.
"Jabodetabek angka penganggurannya tinggi karena didominasi industri manufaktur yang punya daya tarik tinggi, tapi tidak serta-merta menyerap banyak tenaga kerja," dia menerangkan.
Sementara Bali, kata Sairi, tercatat TPT terendah 1,48 persen. Dia mengungkapkan, pendapatan masyarakat di Bali karena ditopang sektor industri ekonomi kreatif dan pariwisata. Sektor ini banyak menyerap tenaga kerja.
"Industri pariwisata dan ekonomi kreatif sangat menyerap banyak tenaga kerja, sehingga angka pengangguran di Bali relatif lebih kecil," terangnya.
TPT terendah lainnya berada di Provinsi DI Yogyakarta 3,02 persen, Sulawesi Barat 3,21 persen, Nusa Tenggara Timur 3,27 persen, Sulawesi Tenggara 3,30 persen, Nusa Tenggara Barat 3,32 persen, Papua TPT 3,62 persen, dan lainnya.
Advertisement