Liputan6.com, Jakarta - Wacana kebijakan penetapan tarif impor baja dan alumunium yang dikeluarkan Amerika Serikat (AS) turut memancing amarah pemerintah berbagai negara, karena dinilai dapat memicu perang dagang.
Namun begitu, hal tersebut dianggap tidak terlalu berdampak pada Indonesia, sebab negara bukan merupakan pengekspor baja dan alumunium dalam jumlah besar ke Negeri Paman Sam.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menegaskan, akan menerapkan tarif impor baja sebesar 25 persen dan 10 persen untuk alumunium. Kebijakan tersebut akan melindungi industri dalam negeri AS.
Advertisement
Baca Juga
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, wacana kebijakan yang diucapkan Trump itu tidak akan banyak berdampak untuk Indonesia.
"Saya lihat, dampak kebijakan itu tidak akan signifikan untuk negara, karena jumlah ekspor baja dan alumunium kita kecil," tukasnya kepada Liputan6.com seperti dikutip Minggu (4/3/2018).
Dia menyampaikan, dampak regulasi itu akan lebih besar pengaruhnya terhadap negara yang pada saat ini banyak mengirimkan produk besi baja dan alumunium ke AS, seperti Kanada, negara-negara Uni-Eropa dan China.
Bukan pemasok utama
Berdasarkan data Kemendag, Indonesia bukan merupakan negara supplier utama produk besi baja dan aluminium ke AS. Pada 2017, total impor produk besi baja dalam investigasi Section 232 adalah US$ 29 miliar.
Kanada mendominasi, dengan market share 17,9 persen, disusul Korea Selatan (9,6 persen), Meksiko (8,6 persen), Brazil (8,4 persen), dan Jepang (5,7 persen).
China berada di peringkat ke-10 dengan market share sebesar 3,5 persen, sementara impor dari Indonesia adalah senilai US$ 79,8 juta dan share 0,3 persen.
Sedangkan untuk aluminium, total impor produk yang dalam investigasi sebesar US$ 17,4 milyar pada 2017, mayoritas berasal dari Kanada (40,5 persen), China (10,6 persen), Rusia (9,1 persen), Uni Emirat Arab (8 persen) dan Bahrain (3,4 persen).
Impor alumunium dari Indonesia senilai US$ 202,5 juta, dengan market share 1,2 persen.
Oke Nurwan lanjut menjelaskan, regulasi itu nantinya juga dapat menyulitkan AS. "Kebijakan itu akan membuat AS sendiri kesulitan, karena harga di dalam negerinya menjadi lebih tinggi," pungkas dia.
Advertisement