Pertamina Ungkap Harga BBM yang Seharusnya

Pertamina menyatakan harga jual bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar subsidi yang ditetapkan pemerintah tak sesuai dengan harga seharusnya.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 19 Mar 2018, 20:12 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2018, 20:12 WIB
Kenaikan Harga Minyak Dunia Berpotensi Picu Inflasi
Pengendara mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Abdul Muis, Jakarta, Jumat (2/2). Kenaikan harga minyak dunia berpotensi mendorong inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mengungkapkan, harga jual bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar subsidi yang ditetapkan pemerintah tidak sesuai dengan harga seharusnya. Ini lantaran harga dua jenis BBM tersebut tidak disesuaikan meski harga minyak dunia naik.

Direktur Pemasaran Pertamina M Iskandar mengatakan, ‎jika mengacu formula pembentukan harga Premium 103,92 persen Harga Indeks Pasar (HIP) RON 88 ditambah Rp 830 per liter, ditambah 2 persen harga dasar seharusnya harga Premium Rp 8.600‎ per liter.

Akan tetapi, pemerintah memutuskan harga Premium tetap Rp 6.450 per liter, untuk wilayah penugasan di luar Jawa, Madura, dan Bali. Dengan begitu, Pertamina menanggung selisih harga jual sebesar Rp 2.150 per liter.

"Harusnya Rp 8.600 per liter sementara harga penetapan Rp 6.450 per liter," kata Iskandar, saat rapat dengan Komisi VII DPR, Jakarta, Senin (19/3/2018).

Untuk pembentukan harga solar mengacu pada formula 102,38 persen HIP minyak solar ditambah 900 per liter dikurangi subsidi Rp 500 per liter.

Dengan begitu, harga solar sesungguhnya Rp 8.350 per liter. Namun, pemerintah memutuskan harga solar subsidi tetap Rp 5.150 per liter,  antara harga jual dan harga beli BBM Rp 3.200‎ per liter.

‎Dengan selisih tersebut, ‎selama Januari-Februari 2018, Pertamina menanggung kerugian sebesar Rp ‎3,9 triliun. Untuk diketahui, Premium dan Solar subsidi yang ditetapkan sejak April 2016 hingga kini mengacu pada harga minyak dunia pada kisaran US$ 44 per barel, sementara saat ini harga minyak dunia sudah berada di level US$ 60 per barel.

"Kerugian biaya sampai Februari kita bicara 2018 secara formula potensial loss Januari  hingga Februari Rp 3,9 triliun," tutur Iskandar.

 

Kenaikan Subsidi Solar Ringankan Keuangan Pertamina

Kenaikan Harga Minyak Dunia Berpotensi Picu Inflasi
Suasana di SPBU Abdul Muis, Jakarta, Jumat (2/2). Saat ini, harga minyak dunia sudah mencapai US$ 70 per barel, atau naik sekitar 25 persen sejak awal tahun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, pemerintah akan menambah alokasi subsidi untuk Solar menjadi Rp 1.000 per liter dari sebelumnya Rp 500 per liter. Penambahan subsidi tersebut bisa membuat PT Pertamina (Persero) bernapas lega.

Direktur Pemasaran Pertamina M Iskandar mengatakan penambahan subsidi untuk Solar akan membantu keuangan perseroan. Sebab, selama ini Pertamina masih menomboki agar harga bahan bakar minyak (subsidi) Premium dan Solar tidak akan naik hingga tahun 2019.

"Menteri keuangan sudah ngasih tambahan subsidi Rp 500 dalam rangka menstimulus. Itu karena Solar lebih dalam lagi Rp 1.800 per liter," ujarnya, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, 14 Maret 2018.

Meski demikian, dia enggan menyebutkan seberapa besar uang yang harus dikeluarkan oleh Pertamina selama harga BBM penugasan tidak dinaikkan.

Untuk BBM penugasan jenis Solar, Pertamina harus menanggung margin pembayaran untuk menutupi kekurangan jual Solar yang lebih besar, yakni Rp 1.800 per liter.

"Sampai dengan tahun ini Rp 900-an. Sampai Desember 2017 Rp 900 per liter kali volume 12 jutaan volumenya," ujar dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya