Liputan6.com, New York - Harga emas tidak berubah terlalu besar. Akan tetapi, harga emas masih diperdagangkan di posisi terendah dalam enam bulan.
Hal itu didorong data perumahan yang menunjukkan lebih sedikit konsumen yang berkomitmen membeli rumah pada Mei. Sentimen itu berdasarkan data National Association of Realtors (NAR).
Penjualan rumah tertunda di Amerika Serikat (AS) turun 0,5 persen pada Mei. Hal ini menandai penurunan lima bulan berturut-turut. Perkiraan konsensus ada kenaikan 1,1 persen. Indeks penjualan rumah tertunda berada di posisi 105,9 pada Mei, angka itu turun dari posisi April di kisaran 106,4.
Advertisement
Baca Juga
Harga emas diperdagangkan di posisi terendah usai data ekonomi tersebut dirilis. Harga emas untuk pengiriman Agustus turun 0,29 persen ke posisi USD 1.256,30. Pada awal sesi, harga emas mencapai titik terendah, sebagian besar terseret oleh dolar AS.
Ekonom NAR Lawrence Yun menggambarkan musim beli rumah pada musim semi 2018 membuat harapan tidak terpenuhi. Hal itu mengingat aktivitas melambat sehingga pasokan rendah ketimbang kurangnya permintaan.
"Di sebagian besar negara terus menggambarkan pasar mereka sangat kompetitif dan bergerak cepat tetapi tanpa cukup persediaan baru dan yang ada untuk dijual, aktivitas pada dasarnya berhenti," ujar Yun, seperti dikutip dari laman Kitco, Kamis (28/6/2018).
Ia menuturkan, beberapa calon pembeli pada musim semi ini tetap di luar pasar karena keterbatasan pasokan dan keterjangkauan ekonomi yang sehat.
"Harus membuat pelaku pasar untuk mencari aktif terutama dari tenaga kerja atau pegawai yang cari rumah. Setiap kenaikan inventaris pasti akan membantu mereka menemukan rumah,” ujar dia.
Para ekonom mengamati angka penjualan rumah karena itu indeks dipandang sebagai barometer ke depan untuk pasar perumahan.
Harga Minyak Melonjak
Harga minyak melonjak seiring stok minyak mentah Amerika Serikat (AS) merosot. Hal itu menambah kekhawatiran pasokan di pasar.
Apalagi sebelumnya pasokan juga sudah dipengaruhi dari situasi tidak pasti mengenai ekspor Libya, gangguan produksi di Kanada dan tuntutan Washington kalau importer berhenti beli minyak mentah Iran pada November.
Kapasitas cadangan yang sedikit, menurut Partner Again Capital Management John Kilduff mengimbangi gangguan produksi lebih lanjut.
Harga minyak mentah berjangka AS pun naik USD 2,23 atau 3,16 persen ke posisi USD 72,76 per barel. Harga minyak tersebut sempat sentuh posisi USD 73,06 per barel yang merupakan level tertinggi sejak 28 November 2014.
Sementara itu, harga minyak Brent naik USD 1,31 atau 1,7 persen ke posisi USD 77,62 per barel. Kedua harga minyak tersebut pun berkurang kenaikannya usai perdagangan.
Harga minyak mentah AS naik USD 1,77 ke posisi USD 72,30 per barel. Sedangkan harga minyak mentah Brent naik 90 sen menjadi USD 77,21 per barel.
Managing Member Tyche Capital, Tariq Zahir menuturkan, harga minyak naik tajam dalam dua sesi berturut-turut membuat pelaku pasar memanfaatkan peluang posisi untuk keluar. Apalagi mendekati akhir kuartal.
Berdasarkan data the Energy Information Administration (EIA), stok minyak mentah AS turun hampir 10 juta barel pada pekan lalu. Penurunan itu terbesar sejak September 2016. Sedangkan pasokan bensin dan distilat naik kurang dari yang diharapkan.
Di Cushing, Oklahoma, pusat pengiriman minyak untuk kontrak berjangka, stok minyak mentah turun 2,7 juta barel. Dilaporkan hasil imbang di Cushing mencerminkan satu hari gangguan produksi pada pemasok di Kanada. Fasilitas minyak Syncrude setidaknya hingga Juli offline usai pemadaman listrik pada pekan lalu.
“Cushing adalah bohong besar. Anda akan mendapatkan hasil lebih besar dari minggu ini,” kata Direktur Mizuho, Bob Yawger.
Harga kontrak minyak mentah AS pada bulan depan di kisaran USD 4,67 di atas kontrak enam bulan yang merupakan terbesar sejak Juli 2014. Hal ini mendorong penarikan lebih lanjut dari penyimpanan.
Selain itu, penurunan ekspor Kanada membantu menguras pasokan minyak mentah berat di seluruh Amerika Utara. Analis juga khawatir soal risiko gangguan pasokan dari Afrika dan Timur Tengah.
Di Libya, perebutan kekuasaan membuat situasi tak jelas apakah pemerintah dan pemberontak yang diakui internasional akan tangani ekspor minyak. Masa depan ekspor minyak mentah Iran juga diragukan. AS telah mengatakan kepada semua negara untuk hentikan impor minyak Iran mulai November.
Mencoba terobos pasokan terganggu, the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) akan meningkatkan produksi.
Arab Saudi berencana dorong produksi minyak 11 juta barel per hari pada Juli. Angka ini naik dari 10,8 juta barel per hari pada Juni. Hal itu berdasarkan sumber Reuters.
Meskipun ada penentangan internasional yang luas terhadap sikap AS terhadap Iran, analis memperkirakan penurunan signifikan dalam ekspor dari produsen terbesar ketiga OPEC tersebut sekitar lebih dari satu juta barel per hari.
Iran produksi minyak mentah 3,8 juta barel per hari pada Mei. Hal itu berdasarkan survei bulanan Reuters. Goldman Sachs mengatakan, sanksi unilateral AS yang diusulkan terhadap Iran mungkin akan memiliki tingkat efisiensi yang tinggi.
Konsultan grup Eurasia memperkirakan minyak yang akan keluar dari pasar pada November menjadi sekitar 700 ribu barel per hari. Hal itu dapat dorong kenaikan harga minyak.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement