Liputan6.com, Garut - Kehadiran produk batik asal Garut, atau batik Garutan, Jawa Barat tetap menjadi hasanah tersendiri bagi keragaman dan kekayaan produk batik nasional. Namun, di balik itu semua, semakin minimnya pembatik muda, serta rendahnya upah yang diperoleh mereka, menjadikan profesi membatik semakin dijauhi dan bukan menjadi pilihan utama generasi muda.
Sariah, 76 tahun, salah satu pembatik di kawasan Muara Sanding, Kelurahan Paminggir, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut mengatakan, produk batik Garut sejak beberapa dekade lalu, sudah memiliki daya tarik bagi pemakai batik di luar produk batik khas Jawa.
Advertisement
Baca Juga
"Pertama kali saya membatik sejak 1953, salah satu keunggulan batik tulis Garutan terletak pada warnanya yang cerah serta motifnya yang unik," ujarnya, saat ditemui Liputan6.com di kediamannya sekaligus menjadi bengkel batik, Selasa (3/10/2017).
Tak ayal, meskipun batik cetak membanjiri produk batik secara nasional, kehadiran batik tulis khas Garut ini tetap menjadi pilihan bagi kalangan tertentu. "Kalau ingin khas dan beda ya batik tulis bukan batik cetak," ujar dia.
Secara umum, ujar dia, batik tulis Garutan memiliki ciri khas dominasi warna cerah dan terang. Warna ini menggambarkan keceriaan kehidupan masyarakat Sunda yang mudah bergaul dalam kehidupan sehari-hari.
"Paling banyak warna didominasi biru, soga, dan gumading (putih gading)," ujar Yati Sumiati (42), salah seorang anak Sariah yang setia menemaninya membatik selama ini.
Sedangkan, beberapa motif khas Garutan lainnya yang ia kuasai antara lain motif Rereng Pacul, Rereng Peuteuy, Rereng Kembang Corong, Rereng Merak Ngibing, Cupat Manggu, Bilik, dan Sapu Jagat dengan keunikannya sendiri. "Saya menguasai sekitar 50 motif Garutan," kata dia.
Sumiati mengatakan, proses membatik yang rumit dan lama dengan upah tak seberapa, memang bukan pilihan utama generasi muda. Selain itu, banyaknya pabrik yang berdiri dalam lima tahun terakhir di kabupaten Garut yang menawarkan gaji dan tunjangan yang pasti, ikut menggerus para pembatik muda beralih profesi.
"Dari kampung ini saja ada beberapa yang sekarang lebih memilih jadi pegawai pabrik sepatu daripada membatik," Sumiati menambahkan.
Ia mencontohkan, untuk satu kain batik tulis Garutan sepanjang 270 centimeter dengan lebar 105 centimeter, dibutuhkan waktu hingga 2 bulan. Padahal, upah yang diberikan hanya sebesar Rp 300 ribu untuk tiga kali proses pencucian batik hingga selesai.
"Itu mulai dari mencuci, nulis motif hingga membatik batik, memang kalau tidak dengan hati, membatik itu cukup membosankan," ujarnya dengan tersenyum.
Bahkan, meskipun seorang pembatik terbilang rajin, total waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kain batik tulis Garutan yang berkualitas paling cepat sekitar tiga pekan atau 21 hari. "Makanya harganya mahal bukan apa-apa, karena membuatnya lama dan butuh ketelitian," kata dia.
Sementara, soal upah yang ia peroleh bersama ibu dan kakaknya yang sejak lama menggeluti proses membatik, jauh dari kata menggiurkan. "Saya hanya dibayar Rp 100 ribu per sekali mencuci, atau Rp 300 ribu untuk tiga kali cuci sampai selesai, padahal di toko souvenir harganya berada di angka Rp 900 ribu sampai Rp 1,3 juta per kain," ungkap Sumiati.
Ia mengaku tak kuasa mengajukan upah yang lebih tinggi kepada pemilik toko souvenir yang memesannya. Selain ketiadaan modal, minimnya akses jaringan untuk memasarkan produk ke luar menjadi batu sandungan usahanya.
"Ya jalani saja, ini juga kalau ada yang mewawancara dari media, seharusnya saya tidak boleh mengatakan diberi upah segitu (Rp 300 ribu), tapi harus lebih tinggi," ujarnya sambil tersipu.
Namun, meskipun demikian, ia bersama ibu dan kakaknya tetap menjalani profesi membatik Garutan tersebut. Menurutnya, semakin banyak produknya dipakai dan digunakan orang lain, semakin besar kebanggaan akan hasil jerih payahnya selama ini.
"Kebetulan batik kami batik ekslusif yang hanya melayani pesanan, sebab kebanyakan dipakai pejabat negara atau pengusaha," kata dia.
Batik tulis adalah produk kain dengan menggunakan pola dan corak batik yang unik dan rumit. Bahan malam dan tinta khusus dengan alat canting menghiasai kain yang telah diberi motif. Dibutuhkan waktu dan ketelatenan sehingga harga kain batik tulis umumnya lebih mahal.
Namun, apa pun jenis batik pasti memiliki keragaman dan keunikan. Hal inilah yang menjadikan batik Indonesia sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi pada 2 Oktober 2009 oleh UNESCO.
Simak video pilihan berikut ini: