Stabilkan Nilai Tukar Rupiah, Ini Usul Tanri Abeng

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami tekanan hingga menyentuh 14.400 per dolar AS.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 29 Jun 2018, 21:10 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2018, 21:10 WIB
Bahas Perdagangan dan Investasi, PM Malaysia Bertemu Tanri Abeng
Perdana Menteri (PM) Malaysia, Mahathir Mohamad (kiri) dan Ketua Indonesia-Malaysia Business Council (IMBC) Tanri Abeng (kanan) berjabat tangan saat melakukan pertemuan di Hotel Grand Hyatt Jakarta, Jumat (29/06). (Liputan6.com/HO/Ismail)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami tekanan hingga menyentuh 14.400 per dolar AS. Namun begitu, beberapa pihak menilai, rupiah bisa kembali menguat jika sektor BUMN diberi hak untuk melakukan konsesi.

Ketua Indonesia Malaysia Business Council (IMBC) Tanri Abeng menyampaikan, upaya yang dapat dilakukan untuk menahan laju inflasi yakni dengan meningkatkan suku bunga. Figur yang telah malang melintang sebagai pengusaha ini pun memastikan, hal tersebut dapat mempertahankan nilai tukar rupiah.

"Biasanya suku bunga dan nilai tukar itu ibarat dua sisi mata pedang. Pertama, dengan peningkatan suku bunga, itu bisa mengerem laju inflasi. Suku bunga yang melompat juga mungkin saat-saat tertentu dibutuhkan untuk mempertahankan nilai tukar," ujar dia di Jakarta, Jumat (29/6/2018).

Seperti yang diketahui, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 28-29 Juni 2018 telah memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI-7 day reverse repo rate sebesar 50 basis poin atau bps menjadi 5,25 persen.

Akan tetapi, di sisi sebaliknya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami tekanan hingga menyentuh angka Rp 14.300 per Dolar AS.

Menanggapi hal tersebut, Tanri menceritakan pengalamannya ketika menjadi Menteri Negara Pendayagunaan BUMN pada 1998. Saat itu, ia berupaya memberikan konsesi untuk perusahaan BUMN, sehingga nilai tukar rupiah yang tadinya anjlok bisa menguat.

"Saya pas itu masuk jadi menteri Maret (1998), dolar sudah Rp 10 ribu. Kemudian Mei ribut jadi 17 ribu. Habibi take over, mulai sedikit turun dengan kita masukkan terus dolar. Akhirnya sesudah Habibi usai jadi Rp 7 ribu," ucapnya.

"Saya menteri pas itu. Maka saya mengupayakan ada duit masuk dalam bentuk dolar, melalui konsesi di BUMN. Saya dapat 1 billion (miliar) dolar waktu itu. Dengan duit yang masuk dalam bentuk dolar itu, rupiah menguat," dia menambahkan.

Adapun BUMN yang ketika itu ia berikan masa konsesi ialah Pelindo II dan Pelindo III, yakni sepanjang 20 tahun. Hasilnya, tambahnya, negara berhasil mendapatkan USD 400 juta secara tunai.

Dia pun menekankan, hal itu masih bisa diterapkan untuk saat ini. Selain dengan memperkuat nilai tukar rupiah, ia menyebutkan, itu turut berdampak pada kepercayaan pasar global terhadap pasar lokal.

"Kalau pengusaha Indonesia sekarang mulai punya lagi investasi, berarti ada modal dari private sector dan para pengusaha mancanegara bisa melihat. Kalau bantuan dari IMF itu duitnya karena terpaksa. Tapi kalau dari pengusaha, itu bagus. Pengusaha itu kayak semut, di mana ada gula dia datang. Jadi kalau ada gula, wah dia datang ramai-ramai," Tanri menuturkan.

 

Suku Bunga Acuan BI Naik 50 Basis Poin Jadi 5,25 Persen

Bank Indonesia
Bank Indonesia (ROMEO GACAD / AFP)

Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) Bulanan yang berlangsung dua hari, pada 28 sampai 29 Juni memutuskan kembali menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,25 persen.  

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, Dewan Gubernur memutuskan untuk menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,5 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps juga menjadi 6 persen.

"Keputusan ini berlaku efektif hari ini 29 Juni 2018," jelas dia di Gedung Bank Indonesia, Jumat 29 Juni 2018.

Menurut Perry, kebijakan tersebut merupakan langkah lanjutan BI untuk secara preventif dalam rangka menjaga daya saing pasar keuangan domestik terhadap perubahan kebijakan moneter sejumlah negara dan ketidakpastian pasar kuangan global yang masih tinggi.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya