Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menjelaskan bahwa perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China akan sangat berdampak kepada pada ekspor Indonesia. Ia melanjutkan, ekspor bahan baku industri ke China akan merosot.
JK memaparkan, perang dagang tersebut akan membuat industri Cina menurun. Otomatis, pasokan bahan baku dari Indonesia juga menurun karena permintaan yang berkurang.
"Otomatis kita banyak me-supply bahan baku itu bisa menurun ekspor bahan baku. Oleh karena itu upaya kita adalah bagaimana menstabilkan ekonomi dalam negeri sehingga bukan hanya ekspor tapi juga dalam negeri bisa tumbuh. Kedua juga mencari pasar baru," papar JK di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (10/7/2018).
Advertisement
Tidak hanya potensi penurunan ekspor. Indonesia juga terpengaruh langsung lantaran AS sedang mempertimbangkan untuk mengevaluasi generalized system of preferences (GSP).
Dia menjelaskan kebijakan tersebut merupakan pemotongan bea masuk impor terhadap produk ekspor dari negara yang memperoleh manfaat. "Memberikan keutamaan pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia," papar JK.
Dia juga mengatakan pemerintah akan mengupayakan untuk tetap menstabilkan ekonomi dalam negeri. "Sehingga bukan hanya ekspor tapi juga dalam negeri bisa tumbuh," katanya.
Reporter:Â Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka.com
RI Lobi AS untuk Tetap Dapat Fasilitas Impor
Indonesia perlahan mulai terseret ke dalam arus perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Ini setelah Negeri Paman Sam memutuskan untuk mengevaluasi 124 produk Tanah Air yang menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia.
Menyikapi situasi tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus berupaya untuk bernegosiasi dengan AS, agar Indonesia tetap berstatus sebagai negara yang diberikan manfaat pemotongan bea masuk impor melalui program Generalized System of Preference (GSP).
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, selain akan mengirimkan tim negosiator yang berangkat ke AS pada akhir Juli, pihaknya pun sudah menyampaikan surat yang menekankan bahwa Indonesia masih berhak untuk mendapat fasilitas laiknya negara GSP.
"Secara surat menyurat sudah kita sampaikan, dan tanggal 17 (Juli) kita submit lagi. Yang pertama harus kita submit lagi itu bahwa kita masih dinyatakan sebagai negara yang eligible untuk GSP," ujar dia di Jakarta, seperti dikutip Selasa (10/7/2018).
Namun begitu, ia menambahkan, isi surat tersebut belum menyinggung terkait 124 produk Tanah Air yang kini tengah dikaji Pemerintah AS untuk memastikan apakah Indonesia masih pantas menerima manfaat dari fasilitas GSP.
Terkait penetapan suatu negara berkembang masih laik memperoleh status GSP, Oke menjelaskan, negara maju rutin mengkaji hal itu setiap tahunnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement