Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan nilai mata uang negara berkembang dibandingkan dolar Amerika Serikat (AS) tengah menunjukkan tren depresiasi, salah satunya rupiah. Ini tidak terlepas dari terus membaiknya ekonomi AS.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan, dengan berbagai hal yang terjadi di dunia, khususnya di AS, menjadikan rupiah telah memasuki di titik keseimbangan yang baru (new normal). Saat ini rupiah bertengger di atas level 14.000 per dolar AS.
Advertisement
Baca Juga
"Untuk merespons kejadian ini, selain managing volatility, tapi ada yang lebih fundamental yaitu bagaimana memberikan ruang kepada sektor rill agar dampak dari new normality tidak terlalu berat bagi sektor rill," kata Wimboh, Rabu (11/7/2018).
Sebagai senjata pertama untuk stabilitas rupiah, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuannya langsung 50 basis poin menjadi 5,25 persen pada Juni kemarin.
Memang dengan kenaikan suku bunga acuan ini secara cepat atau lambat akan menjadikan bunga simpanan dan kredit di perbankan juga turut naik. Namun demikian, sebagai salah satu otoritas di industri keuangan, Wimboh meminta kepada perbankan untuk bisa meminimalisir dampaknya agar kenaikan tersebut tidak langsung dirasakan nasabah.
Caranya dengan menciptakan efisiensi bisnis dan manajemen. Salah satunya dengan memaksimalkan teknologi dan integrasi.
"Caranya cobalah menggunakan teknologi supaya cost-nya tidak terlalu besar, lebih efisiensi, supaya tidak semua kenaikan suku bunga ini berakibat pada kenaikan suku bunga kredit," terangnya.
Sebagai kompensasi dari kenaikan suku bunga, lanjut Wimboh, Bank Indonesia dan OJK memberikan ruang gerak di sektor perumahan melalui pelonggaran kebijakan Loan To Value ( LTV) dengan membebaskan uang muka pada pembelian pertama.
Tak hanya membantu orang yang belum memiliki rumah, pertumbuhan sektor perumahan ini juga sangat penting karena bisa menggerakkan sektor lain seperti membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
"Artinya ini pemerintah akan menerima benefit karena pendapatan pajak juga naik. Rumah itu butuh semen, kan membutuhkan banyak tenaga kerja lebih banyak," tutur dia.
Menambah Pasokan Dolar AS
Juga untuk mengantisipasi masuknya rupiah di titik keseimbangan yang baru, OJK bersama pemerintah tengah mencoba berbagai kemungkinan untuk bisa mendapatkan pasokan dolar AS. Salah satunya meningkatkan kualitas dan volume ekspor.
Wimboh melanjutkan, diperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan juga sebanyak 4 kali di tahun ini dan tahun depan. Ini jelas menjadi ancaman bagi rupiah dan keluarnya dana asing untuk kembali ke AS.
Langkah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan tidak semata-mata sebagai langkah antisipasif terhadap rencana kenaikan bunga okeh The Fed tersebut. Namun lebih untuk menjaga rupiah tidak bergerak liar.
"Yang dilakukan BI pasca kenaikan suku bunga ini adalah bukanya meng-counter suku bunga, tapi men-smooth-kan volatility dan juga managing cast-flow. Ini supaya transisinya itu smooth, supaya pasar tidak kaget, enggak reaktif, reaksinya terukur. Jadi bukan berarti tak boleh bereaksi tapi reaksinya ini terukur," Wimboh menjelaskan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement