Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih dalam tren pelemahan. Bahkan kemarin kurs tengah Bank Indonesia (JISDOR) mencatat rupiah berada di level 14.435 per dolar AS, melemah jika dibandingkan hari sebelumnya 14.391 per dolar AS.
Di sisi lain, Bank Indonesia pada beberapa waktu lalu telah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen.
Advertisement
Baca Juga
"Meskipun di atas ekspektasi pelaku pasar karena naik 50 bps, belum mampu menguatkan kurs rupiah sesuai target," kata ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bima Yudhistira, kerpada Liputan6.com, Jumat (13/7/2018).
Bima berpesan kini kondisi ini juga menjadi peringatan bahwa bunga acuan tidak bisa dijadikan solusi tunggal penguatan kurs rupiah. Untuk itu, harus ada kombinasi kebijakan fiskal dan moneter yang terukur dan tepat sasaran.
"Misalnya membuat paket tentang stabilisasi kurs dengan perbanyak insentif bagi sektor penguat devisa. Jadi bentuknya harus lintas sektoral sehingga dampak ke penguatan rupiah langsung terasa," ucap Bima.
Penguat sektor devisa ini salah satnya seperti mempercepat upaya pemerintah dalam mendatangkan wisatawan mancanegara ke Indonesia dan kemudahan ekspor bagi perusahaan. Dengan begitu, rupiah sedikit lebih kuat terhadap sentimen global
Solusi jangka menengah
Ekonom Senior INDEF Faisal Basri, mengatakan pemerintah tidak boleh hanya mengandalkan cadangan devisa Bank Indonesia untuk menstabilkan nilai tukar rupiah yang terus merosot. Pemerintah harus melakukan solusi jangka menengah agar rupiah segera stabil.
"Solusi jangka menengah adalah bagaimana kita agar tidak bergantung capital inflow. Nah maka current account harus surplus," ujar Faisal di Hotel Milenium, Jakarta, Rabu (11/7/2018).
Faisal mengatakan, pemerintah harus memperbaiki neraca perdagangan yang terus defisit. Salah satunya dengan mencari pasar baru untuk ekspor mengingat saat ini perang dagang tengah terjadi di negara mitra dagang Indonesia seperti China-Amerika Serikat.
Defisit juga dapat ditekan dengan melakukan pertukaran barang (counter trade) dengan negara yang memiliki produk yang dibutuhkan oleh Indonesia. Hal ini dinilai dapat mengurangi pengeluaran untuk impor.
"Harapan saya, perang dagang itu oke di antara negara kaya. Afrika, Asia Selatan kan mereka butuh sawit kita tapi mereka tidak punya uang. Saya ingat Pak Sudrajad Mendag tahun 80-an meningkatkan pangsa ekspor. Mereka counter trade dengan negara yang tidak punya uang. Jadi barang apa yang negara tersebut punya, nah barang itu ditukar dengan yang kita butuhkan," jelasnya.
Selain memperbaiki neraca perdagangan, pemerintah juga harus menggenjot pendapatan dari sektor pariwisata. Cara ini dapat dilakukan dengan mengupayakan penerbangan langsung dari negara lain ke obyek wisata yang memiliki daya tarik.
"Kedua yang bisa cepat adalah tourism dengan membuka direct flight. Manado itu Sam Ratulangi top twelve (paling banyak dikunjungi) dari China," katanya.
Â
Advertisement