Perlu Aturan Setingkat Perpres untuk Dorong Produksi Susu Nasional

Masalah produksi susu ini bukan hanya menjadi tanggung jawab satu kementerian saja, tetapi juga banyak pihak.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Agu 2018, 09:37 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2018, 09:37 WIB
Ilustrasi Susu
Ilustrasi Susu. (Liputan6.com/Novi Nadya)
Liputan6.com, Jakarta Pemerintah perlu menerbitkan payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) untuk mendorong peningkatan produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN). Selama ini, upaya untuk meningkatkan produksi SSDN hanya diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu.

Direktur Industri Minuman, Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin)‎ Abdul Rochim mengatakan, dengan adanya peraturan yang levelnya lebih tinggi maka akan ada koordinasi dengan baik antara kementerian/lembaga (K/L) dan pemangku kepentingan terkait.

Sebab, masalah produksi susu ini bukan hanya menjadi tanggung jawab satu kementerian saja, tetapi juga banyak pihak. "Sehingga implementasi di lapangan soal SSDN oleh tiap kementerian terkait bisa jauh lebih efektif. Apalagi, SSDN memang menjadi tugas bersama sejumlah kementerian," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (3/8/2018).

Menurut dia, adanya Perpres juga akan lebih efektif untuk mendorong peningkatan kualitas dan produktivitas agar bisa berjalan lebih cepat. Dengan demikian, masalah harga susu yang rendah di tingkat peternak juga akan lebih mudah diselesaikan.

Sebab, pembentukan harga melalui mekanisme pasar akan cepat tercapai jika pasokan susu berkualitas berjalan lancar dan didukung kemitraan kuat.

"Yang terpenting bagi industri adalah mendapatkan bahan baku dengan kualitas dan kuantitas terjamin. Sehingga harganya bisa saling menguntungkan," kata dia.

Sementara itu, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Kementan Fini Murfiani menyatakan pihaknya siap untuk mendukung penyusunan payung hukum yang lebih tinggi. Menurut dia, hal ini penting untuk memberikan kepastian hukum bagi peternak dan industri pengolahan susu.

"Perlu pembahasan bersama untuk mematangkan regulasinya, termasuk soal prosedur. Kami siap memberikan data-data pendukung supaya bisa terealisasi," jelas dia.

Fini mengungkapkan, saat ini masalah SSDN sepenuhnya masih diatur dalam Permentan Nomor 26 Tahun 2017. Beleid ini mengatur kewajiban industri pengolahan susu dan importir menyerap SSDN, sekaligus bermitra dengan peternak sapi perah lokal. 

"Ini sebagai upaya mendorong peningkatan produksi serta kualitas susu dalam negeri, yang juga akan berdampak pada perbaikan harga jual susu yang selama ini masih rendah," tandas dia.

Peternak Keluhkan Rendahnya Harga Jual Susu Dalam Negeri

Susu kental manis
Susu kental manis dari petani lokal (Liputan6.com/Novi Nadya)

Peternak sapi perah dalam negeri mengeluhkan rendahnya harga jual Susu Segar Dalam Negeri (SSDN). Hal ini membuat para peternak merugi dan sulit untuk mengembangkan usahanya.

Ketua Umum Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) Agus Warsito mengatakan,‎ saat ini, harga jual SSDN terlalu rendah dan tidak bisa menutup Harga Pokok Produksi (HPP) yang dikeluarkan.

Menurut data APSPI, harga per liter SSDN dengan kualitas terbaik hanya berkisar Rp 5.700. Angka ini tidak bisa memberikan nilai tambah bagi para peternak sapi perah lokal sehingga mereka sulit mengembangkan usaha dan mendapatkan keuntungan.

"Kami berharap harga beli susu di tingkat peternak bisa ada di angka Rp 7.500 sampai Rp 7.800. Jika ini bisa tercapai, tentu bisa meningkatkan kesejahteraan para peternak," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (23/7/2018).

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman menyatakan, seharunya penetapan harga Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) diserahkan ada mekanisme pasar. Namun harga tersebut harus memberikan keuntungan bagi peternak lokal.

Menurut dia, dengan diserahkan pada mekanisme pasar, maka akan ada negosiasi antara industri pengolahan susu (IPS) dengan peternak. Dengan demikian, peternak bisa menyesuaikan biaya yang dikeluarkan dengan harga susu yang diproduksinya.

"Untuk harga di tingkat peternak, sebaiknya diserahkan pada mekanisme pasar saja," ungkap dia.

Adhi menyatakan, harga bahan baku di tingkat peternak memang perlu mendapat perhatian khusus. Selain itu, pemerintah dan industri juga perlu memberikan bantuan supaya para peternak mencapai efisiensi dalam melakukan produksi dan menentukan harga jual.

"HPP di tingkat peternak tentu perlu mendapat perhatian dan bantuan baik dari pemerintah maupun industri," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya