Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (persero) tengah mengevaluasi penggunaan barang impor pada proyek kelistrikan. Hal tersebut sebagai tindak lanjut agar defisit transaksi berjalan tidak lagi berada angka 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman mengatakan, saat ini PLN sedang melakukan evaluasi proyek kelistrikan khususnya pembangkit listrik, yang menggunakan barang impor.
"Iya kami lagi listing mana yang sudah finansial close mana mana yang belum, itu masih kami listing," kata Syofvi, di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu (15/8/2018).
Advertisement
Baca Juga
Syofvi pun belum bisa memastikan, dampak permintaan pemerintah ke PLN, untuk mengurangi impor barang terhadap pembangunan pembangkit.
Meski begitu, PLN akan memprioritaskan keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan listrik. "Kami akan cek dulu. Kami juga akan melakukan keseimbangan supply and demand tadi," ujarnya.
Penggunaan barang impor pada proyek pembangkit disesuaikan dengan kapasitas pembangkit, jika kapasitas pembangkit besar maka biasanya mayoritas barang didatangkan dari luar negeri.
"Tergantung size kan. makin besar size, makin impor. Jadi kayak generator, turbin. Kalau yang kelas boiler kadang kadang tapi sekarang boiler sebagai besar juga sudah bisa dibikin di sini," tuturnya.
Untuk mengurangi impor barang, PLN terus menambah komponen pembangkit yang dibuat di dalam negeri, selain itu juga bekerjasama dengan produsen komponen untuk membangun pabrik di Indonesia.
"Makanya sekarang kami makin banyak PLN menggunakan produk dalam negeri. Jadi kami cenderung nya menggunakan kayak open book, ada pabrikasi di sini ya kami utamakan," tandasnya.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sektor Kelistrikan Penyumbang Impor Terbesar
Sebelumnya, defisit transaksi berjalan atau Current Account Defisit (CAD) saat ini sudah mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2018 tercatat sebesar USD 8 miliar.
Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yang hanya sebesar 1,96 persen dan juga lebih besar dibandingkan dengan kuartal I 2018 yang hanya sebesar 2,2 persen dari PDB atau USD 5,5 miliar.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyebutkan bahwa pemerintah menerapkan expenditure switching policy atau pengalihan belanja barang yang biasa impor menjadi barang yang berasal dari dalam negeri. Salah satunya dengan adanya aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
BACA JUGA
Dia mengungkapkan salah satu perusahaan yang harus melakukan expenditure switching tersebut adalah PLN.
"PLN termasuk yang menggunakan banyak sekali barang modal dan sebetulnya mereka sudah memiliki policy TKDN, tapi penggunaan komponen dalam negeri selama ini masih belum dipenuhi. Oleh karena itu menjadi salah satu yang dilakukan dalam jangka pendek," kata Menkeu Sri Mulyani pada 13 Agustus 2018.
Sektor kelistrikan merupakan penyumbang impor terbesar dalam hal bahan baku sehingga sudah seharusnya memulai penggunaan B20.
"Penggunaan B20 untuk mengurangi impor minyak karena itu komponen impor cukup besar dan barang modal terutama di infrastruktur kelistrikan," ujarnya.
Dia mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo sendiri sudah mengingatkan mengenai perlunya TKDN tersebut.
"Kan kita sudah berkali-kali, Presiden (Jokowi) melakukan sidang kabinet, Presiden sudah bicara dengan para menteri untuk melakukan dan melaksanakan, terutama yang seperti B20, melakukan TKDN."
Selain itu, Menkeu Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa penggunaan bahan baku yang berasal dari dalam negeri untuk pembangunan infrastruktur dapat mengurangi dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah.
Advertisement