Liputan6.com, Jakarta - Kondisi ekonomi Indonesia yang diterjang ketidakpastian global harus jadi perhatian para Calon Presiden (Capres) dan pasangan masing-masing. Program ekonomi yang tepat sasaran dan bisa mengakomodir kepentingan nasional Indonesia harus diutamakan.
Beberapa yang patut diparhatikan lebih adalah menjaga nilai tukar rupiah dan menjaga neraca perdagangan agar tidak mengalami defisit.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengatakan, nilai tukar rupiah yang telah tertekan kurang lebih 7 persen sejak awal tahun memberikan dampak yang cukup serius bagi perekonomian.
Advertisement
Baca Juga
Walaupun lemahnya angka ini dinilai baik untuk meningkatkan ekspor dengan memberikan harga jual yang lebih kompetitif, pelemahan ini nyatanya juga memberikan dampak yang cukup serius pada industri yang berorientasi pada impor bahan produksi.
Lemahnya nilai tukar rupiah mengakibatkan turut melemahnya daya beli mata uang terhadap input yang diperlukan untuk proses produksi. "Dimana 90 persen impor merupakan barang kapital yang merupakan bagian dari input yang membuat harga jual tinggi," jelas dia dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (22/8/2018).
Selain itu, komoditas pangan yang ada di Indonesia juga tidak terlepas dari produk impor. Pembiaran kondisi ini pada akhirnya akan memengaruhi harga produk dan memicu inflasi domestik.
”Kebijakan yang perlu diambil oleh pemerintah adalah dengan mendorong investasi asing langsung (foreign direct investment) yang relatif lebih stabil dan juga diiringi dengan pengurangan ketergantungan terhadap investasi portofolio,” tambah dia.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Neraca Perdagangan
Terkait neraca perdagangan, Ilman memaparkan, sangat penting bagi pemerintah untuk menjaga neraca perdagangan agar jangan sampai defisit.
Saat ini Indonesia sedang mengalami defisit neraca perdagangan yang ditunjukkan dengan lebih besarnya nilai impor daripada ekspor sebesar USD 2,83 Miliar pada Januari- Mei 2018.
”Defisit neraca perdagangan yang terjadi terus menerus dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi, sehingga kondisi ini perlu diatasi melalui peningkatan nilai ekspor,” ungkapnya.
Peningkatan nilai ekspor dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas dan daya saing industri dalam jangka panjang. Namun, kebijakan dalam jangka pendek seperti prioritas pembangunan infrastruktur strategis dan mengurangi subsidi BBM dapat dilakukan sebagai bentuk pengurangan ketergantungan terhadap impor.
Impor hanyalah salah satu instrumen untuk menjaga kestabilan harga komoditas di dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah juga sebaiknya fokus pada peningkatan produktivitas industri domestik dan menambah daya saing produk dalam negeri.
Advertisement